CERPEN BOBO Kedua, Teledor

Cerpen Bobo Kedua Ini Ceritanya Berjudul "Teledor", Semoga Adik-Adik Bisa Mengambil Hikmahnya Ya


Cerpen ini bukan kakak yang membuatnya, kakak hanya mengumpulkan cerpen-cerpen yang paling bagus menurut kakak dari berbagai sumber. Tapi sumber yang paling banyak kakak pilih adalah dari web resmi Bobo-nya langsung. Selamat membaca...

CERPEN BOBO, Teledor

----------------------------------------------------------------------------------------
Semua siswa terdiam menatap wajah Eliya yg kusut. Kedua matanya basah. Badannya yg gemuk terguncang-guncang menahan tangis. Bu Wati dan Pak Burham yg berdiri di sampingnya berusaha menenangkannya. Namun Eliya masih terus menangis.

“Anak-anak, mungkin kalian bertanya-tanya, mengapa Eliya?” tanya Pak Burham tenang. “Dia menangis karena uang sekolahnya hilang!” lanjut Pak Burham.

“Uang sekolah Eliya hilang?” teriak seisi kelas hampir bersama-sama. Seketika kelas pun jadi gaduh.

“Sudahlah! Kalian diam dulu!” potong Pak Burham. “Sekarang Bapak minta kalian bersikap jujur. Apabila diantara kalian ada yg mengambil uang Eliya tolong dikembalikan.”

Semua siswa pun diam lagi seperti patung.

“Kalian jangan takut. Apabila kalian mengaku, Bu Wati dan Bapak Burhan akan merahasiakan nama kalian,” janji Bu Wati.

“Tapi bila gak ada yg mengaku terpaksa Bapak akan mendatangkan paranormal ke kelas ini,” lanjut Pak Burhan.

“Paranormal?” teriak seisi kelas bersamaan. Dan kelas pun kembali ramai.

“Kalian gak usah takut!” seru Pak Burham. “Yang akan Bapak bawa ke kelas ini bukan orangnya tapi manteranya yg sudah dirapalkan ke dalam air putih.”

“Oh begitu…!” guman para siswa lega.

“Dalam satu jam nanti kalian akan diajak bicara satu persatu oleh Bu Wati. Kalau gak ada yg mengaku terpaksa Bapak menggunakan cara yg kedua.” ancam Pak Burham

Cara pertama ternyata gak membawa hasil. Para siswa semakin gelisah.

“Menurut kamu siapa, Mir ?” pancing Ratih.

“Siapa, ya?” pikir Mira.

“Biasanya di saat-saat seperti ini bakat detektifmu muncul,” gurau Ratih.

“Aku mencurigai seseorang, Rat !Tetapi aku gak percaya kalau dia yg melakukan!”

“Menduga-duga kan boleh? Ayo, menurutmu siapa?” desak Ratih.

“Aku mencurigai Kristian tapi aku gak percaya kalau dia pelakunya!” bisik Mira

Ratih manggut-manggut,”Ternyata kita sepaham. Aku juga mencurigai Kristian!”

“Alasanmu apa?” tanya Mira heran.

“Alasanku? Dia anak baru. Baru satu bulan dia duduk di kelas ini. Sebelum dia masuk kejadian seperti ini gak pernah ada!” papar Ratih penuh semangat. ”Dan setiap istirahat dia gak mau keluar kelas! Gak mau jajan. Di kelas hanya baca komik saja!”

“Tetapi itu bukan alasan tuk menuduh dia. Dia gak mau jajan karena membawa bekal dari rumah. Dia pernah bercerita kepadaku katanya makanan di kantin ini kurang sehat. Dan dia membaca komik tuk refreshing karena dia memang hobi baca komik.” bela Mira

“Saya tahu, tapi bisa saja semua itu hanya kedok tuk menutupi kejahatannya!”

“Lalu tuk apa dia mengambil uang Eliya? Dia anak orang kaya lho, Rat!” ujar Mira.

“Kalau masalah itu saya gak tahu!” jawab Ratih sambil mengangkat bahunya. ”Kalau alasanmu mencurigai Kristian apa?” gantian Ratih yg bertanya.

“Alasanku?” jawab Mira bingung.

“Ya! Alasanmu mencurigai Kristian apa?” desak Ratih.

“Sama dengn alasanmu!” jawab Mira sambil nyengir.

“Payah kamu! Gak ilmiah sama sekali!” gerutu Ratih kecewa.

“Sssstttttttt diam…!” perintah ketua kelas ketika mendengar langkah sepatu Pak Burham.

“Ternyata gak ada yg mengaku. Lihatlah! Gelas ini sudah penuh dengn air yg bermantera. Mantera ini hanya akan bereaksi pada mulut orang yg berbohong. Kalau kalian jujur mantera ini gak akan bereaksi dan gak mempunyai efek samping,” papar Beliau serius.

“Pak Burham gak usah melakukan itu. Sayalah yg mengambil uang Eliya!”

Seketika kelas menjadi gaduh. Seluruh mata menatap Kristian gak percaya. Bu Wati dan Pak Burham tercengang. Tangis Eliya terhenti.

“Benarkan Mir, dugaanku!” bisik Ratih penuh kemenangan.

“Kristian! Kamu kok tega sama aku!” jerit Eliya.

“Sudahlah! Kalian tenang!” perintah Pak Burham. ”Jadi kamu pelakunya, Kris?”

“Maaf Pak Burham! Maaf Bu Wati! Maaf teman-teman! Sebenarnya bukan hanya uang Eliya saja yg saya ambil!” jawab Kristian tenang. “Lihat! Mobil Tamiya ini milik siapa?,” tanya Kristian sambil mengeluarkan mobil-mobilan kecil dari tasnya.

“Itu milikku!” seru Didin, “Ternyata kamu pencurinya!” teriak didin garang.

“Jangan menuduh, Din! Mobil ini aku temukan di laci mejamu, hari Kamis tanggal satu kemarin . Lihat di sini kutulis datanya! Dan anehnya kamu gak pernah merasa kehilangan, kamu gak pernah lapor Bu Wati ato Pak Burham karena kamu mampu membeli lagi,”

Wajah Didin tersipu malu “Maaf Pak! Saya gak akan membawa mainan lagi ke sekolah”

“Ratih! Ini adalah kalkulatormu!” Kristian kembali merogoh tasnya dan mengeluarkan kalkulator digital. “Jangan menuduh saya pencuri karena kalkulator ini juga kutemukan di laci mejamu. Tepatnya Hari Senin setelah pelajaran matematika. Ternyata kamu slalu menggunakan kalkulator dalam mengerjakan soal matematika. Dan anehnya kamu juga gak pernah merasa kehilangan.”

Wajah Ratih memerah. Dia tertunduk dan gak berani lagi menatap ke depan.

“Maaf Bu Watik. Saya menemukan ini di bawah meja Ibu!” lanjut Kristian sambil menunjukkan wesel pos. “Disini tertulis honor menulis cerita anak sebesar seratus lima puluh ribu. Saya temukan tanggal sepuluh yg lalu.Dan ternyata Ibu juga gak pernah merasa kehilangan uang sebesar ini.”

Gantian wajah Bu Watik yg memerah.

“Lalu uang sekolah Eliya bagaimana?” desak Pak Burham gak sabar lagi.

“Uang Eliya di dalam komik ini! jawab Kristian sambil menunjukkan komik kesaygannya. “Kemarin Eliya pinjam komik saya dan pagi tadi baru dikembalikan. Jam istirahat tadi saya iseng-iseng membaca komik dan menemukan uang ini. Mungkin Eliya tergesa-gesa sehingga salah menyelipkan uang sekolah ini! Betulkan El?”

“Maaf, Kris! Aku telah menuduhmu yg bukan-bukan. Tadi pagi aku memang tergesa-gesa. Aku teledor sekali!” jawab Eliya sambil mengulurkan tangannya.

“Aku juga minta maaf. Aku juga teledor” sesal Didin sungguh-sungguh.

“Ibu minta maaf ya, Kris. Ibu akan lebih hati-hati lagi,” janji Bu Wati.

Kristian tersenyum menatap teman-temannya. Dalam hatinya ada rasa haru dan bangga berbaur jadi satu.
----------------------------------------------------------------------------------------
Gimana bagus gak cerita dalam cerpen di atas? Kalo adik-adik tertarik dengan cerpen bobo lainnya, silahkan baca aja di sini. Atau bisa juga baca di web bobo, ini dia web resminya: Bobo. Sampai berjumpa lagi di cerpen berikutnya, bey...

Untuk lebih lengkap tentang apa yang sedang Anda cari, Silahkan lihat dalam "Daftar Isi" di tombol menu atas!

Related Post