CERPEN BOBO Ke-86, Si Jahil Dijawil

Cerpen Bobo Ke-86 Ini Ceritanya Berjudul "Si Jahil Dijawil", Semoga Adik-Adik Bisa Mengambil Hikmahnya Ya


Cerpen ini bukan kakak yang membuatnya, kakak hanya mengumpulkan cerpen-cerpen yang paling bagus menurut kakak dari berbagai sumber. Tapi sumber yang paling banyak kakak pilih adalah dari web resmi Bobo-nya langsung. Selamat membaca...

CERPEN BOBO, Si Jahil Dijawil

----------------------------------------------------------------------------------------
Ema mengerutkan kening ketika tiba-tiba Nita menyodorkan sebuah bingkisan padanya pagi itu. “Eh, aku enggak ulang tahun, kok!” katanya heran.
“Memberi hadiah boleh kapan saja, kan? Gak harus nunggu ulang tahun dulu,” sahut Nita yg tampak gelisah.
Ema jadi curiga. Benar saja, kotak itu ternyata berisi tikus! Untung dia gak takut pada hewan kecil itu. Namun Ema berpura-pura menjerit ngeri. “Waaa… tikus!”
Nita yg berdiri di depannya ikut memekik panik. Teman-teman sampai ketakutan dan berhamburan keluar kelas. Nita juga mau melarikan diri, tapi Ema memegangi ujung seragamnya. “Tolong… bajuku dicapit tikus…” teriak Nita hilang akal. Tikus kan gak punya capit!
Ema jadi bingung, kenapa Nita ikut-ikutan ketakutan. Padahal ‘kan hadiah itu dari dia. “Nita, kenapa kamu jadi jahil begini?” tegur Ema kemudian.
“A-aku…” Nita gelagapan. Dia pun bercerita kalau sebenarnya kado jahil itu bukan buatnya. Nita menemukannya di laci meja. Ini bukan pertama kalinya dia mendapat hadiah iseng.
“Pasti ada anak yg menjahiliku,” ujarnya kesal.
“Lalu kenapa kamu berikan padaku?” protes Ema jengkel.
“Maaf,” sesal Nita. “Maksudku, mau minta bantuanmu tuk mencari tahu siapa pelakunya.”
Ema langsung tersenyum penuh arti. Dia merasa menjadi detektif yg baru saja mendapat kasus menarik. “Baiklah,” ucap Ema kemudian.

Esoknya, pagi-pagi sekali Ema sudah berada di sekolah. Dia mengintai dari balik kaca jendela di belakang kelas, menunggu si anak jahil beraksi.
“Ema?”
Ema hampir berteriak kaget karena ada yg menjawil pundaknya. Ternyata Pak Sarip, tukang kebun sekolah.
“Ada apa pagi-pagi begini sudah datang?” tanyanya sembari ikut melongok ke dalam kelas. Pak Sarip gak sadar kalau jawilannya tlah membuat Ema terkejut.
“Emm… nunggu teman, Pak,” ujar Ema setlah hilang kagetnya.
Dahi Pak Sarip berkerut. “Tapi apa kamu gak kepagian? Jam masuk sekolah kan masih lama,” ucapnya heran.
“Ups… kepagian ya?” desis Ema malu. Pagi itu memang gak ada anak yg bersikap mencurigakan.
Di hari berikutnya, Ema sudah merubah siasat. Dia menunggu anak yg pulang paling akhir. Kali ini Ema meminta Nita menemaninya. Benar dugaannya. Beberapa saat setlah kelas sepi, mereka melihat si pelaku jahil kembali beraksi. Raka! Anak itu sedang meletakkan cicak mati di kolong meja Nita.
“Grrr… akan kubalas perbuatan Raka padaku selama ini. Tunggu saja!” ancam Nita marah.
“Jangan!” cegah Ema. “Kalau kamu balas berbuat jahil, berarti kamu sama saja dengn Raka,” cegah Ema. “Lagipula, kalau kejahatan dibalas dengn kejahatan juga, kapan masalahnya akan selesai? Apa kamu mau selamanya gak tenang belajar?”
Nita menghela napas. “Lalu bagaimana, dong?
Ema meminta Nita bersabar. Dia akan mengawasi ulah Raka lebih lanjut. Ternyata, Raka juga menjahili teman-teman lain. Sudah banyak yg menjadi korban. Ema berusaha mencari cara tuk menyadarkan Raka. Tentu saja tanpa kekerasan.
“Kalau gak boleh membalas dengn kekerasan, kita harus berbuat apa, dong?” Tanya Nita gak sabar.
Ema menggaruk kepalanya yg gak gatal, mencoba berpikir, “Ah Pak Sarip!” serunya tiba-tiba.
“Kita minta tolong Pak Sarip saja, tuk menegur Raka?” Tanya Nita.
“Bukan,” ralat Ema. Lalu dia membisikkan kebiasaan Pak Sarip saat menyapa anak-anak dari belakang.
Awalnya Nita tampak takut-takut. Namun Ema terus memberi semangat. Akhirnya Nita mau beraksi. Suatu siang, dia mengembalikan kado jahil dari Raka sambil menjawil lengan Raka. Lalu melangkah pergi tanpa bicara apa-apa.
“Eh!” Raka memekik kaget. “Apa-apaan ini?”
Nita mengkerut takut melihat Raka membelalak dan membentak galak.
Namun tiba-tiba beberapa teman melakukan hal yg sama seperti Nita. Mereka semua menjawil tubuh Raka. Ada yg menjawil tangannya, perut, telinganya… Raka sampai terdesak.
Rupanya Ema sudah minta pada semua temannya tuk membantu Nita menjawil Raka. Saat itu, Raka hanya bingung, gak bisa berbuat apa-apa. Apalagi semua anak hanya menjawilnya tanpa bicara apapun.
Suatu hari, Raka berbuat jahil lagi. Semua anak dengn berani membalas dengn menjawil tubuh Raka. Bahkan mereka kelewat bersemangat sampai Raka kegelian dan kesakitan.
“Aduh…. Tolong hentikan!” pekik Raka kewalahan. “Ampun… ampun, aku mengaku salah. Aku minta maaf. Aku akan berhenti berbuat jahil.”
“Benar?” seru seisi kelas kompak.
“Iya. Janji!” jawab Raka sambil mengangkat telapak tangan kanannya.
Ema tersenyum senang melihatnya. Jawilan ternyata bisa menghentikan kejahilan si Raka. Masalah selesai dengn damai.

----------------------------------------------------------------------------------------
Gimana bagus gak cerita dalam cerpen di atas? Kalo adik-adik tertarik dengan cerpen bobo lainnya, silahkan baca aja di sini. Atau bisa juga baca di web bobo, ini dia web resminya: Bobo. Sampai berjumpa lagi di cerpen berikutnya, bey...

Untuk lebih lengkap tentang apa yang sedang Anda cari, Silahkan lihat dalam "Daftar Isi" di tombol menu atas!

Related Post