CERPEN BOBO Ke-87, Sesudah Suatu Kegagalan

Cerpen Bobo Ke-87 Ini Ceritanya Berjudul "Sesudah Suatu Kegagalan", Semoga Adik-Adik Bisa Mengambil Hikmahnya Ya


Cerpen ini bukan kakak yang membuatnya, kakak hanya mengumpulkan cerpen-cerpen yang paling bagus menurut kakak dari berbagai sumber. Tapi sumber yang paling banyak kakak pilih adalah dari web resmi Bobo-nya langsung. Selamat membaca...

CERPEN BOBO, Sesudah Suatu Kegagalan

----------------------------------------------------------------------------------------
Pulang dari rumah Nano, hati Ipong berbunga-bunga. Lengan kanan mengempit kotak catur dan tangan kiri melenggang. Udara sore yg cerah dengn awan biru seolah-olah turut bergembira bersama Ipong.
“Tak kusangka aku berhasil mengalahkan Nano dan Budi. Nano, juara catur di sekolah dan Budi, juara catur tingkat RT!” begitu kata hati Ipong. Masih terbayg di ruang matanya kedua kawannya menyalaminya dan berkata, “Kamu banyak maju, Pong. Kalau besok menang, jangan lupa traktir kami!”
“Tentu saja. Doakan supaya aku menang!” begitu kata Ipong tadi.
Makin dekat ke rumah, langkah kaki Ipong makin cepat. Dia mau menelepon Paman Dani yg bekerja di majalah anak-anak. Besok ada lomba catur tuk anak-anak SD di mal dan Paman Dani termasuk anggota panitia perlombaan. Sabtu lalu Paman Dani menelepon Ibu dan memberitahu tentang lomba catur tersebut. Kalau Ipong berminat supaya mendaftar selambat-lambatnya hari Senin. Sekarang sudah hari Sabtu dan Ipong belum mendaftar.
Setiba di rumah, Ipong menelepon Paman Dani. Wah, ternyata Paman Dani belum pulang. “Bu, aku telepon Paman Dani ke handphone aja, ya!” Ipong minta izin pada Ibu. “Boleh, tapi jangan lama-lama!” pesan Ibu. Ipong berdiri dekat meja telepon dan menelepon Paman Dani. “Halo, Paman, aku sudah siap ikut lomba catur besok. Jam berapa aku harus tiba di mal? Paman jemput aku gak?” bertubi-tubi pertanyaan Ipong. “Pong, kamu tak bisa ikut. Pendaftaran kan sudah ditutup Senin sore yg lalu!” “Yaaa, Paman, kok begitu? Paman kan Panitia. Kupikir Paman sudah daftarkan!” kata Ipong dengn perasaan kecewa bercampur was-was. “Lo, aku kan gak tahu kalau kamu berminat. Kamu gak menelepon aku seminggu ini. Maaf, panitia gak boleh KKN! Sudah, ya!” Paman Dani mengakhiri percakapan. Langsung Ipong merasa lututnya lemas. Seminggu ini dia latihan terus bertanding catur melawan Nano dan Budi. Dan sekarang, semuanya sia-sia hanya karena kelalaian, gak mendaftar dan gak menghubungi Paman Dani. Mengira Paman Dani sudah mendaftarkan. Wah, apa kata Nano dan Budi kalau tahu hal ini?
Sepanjang petang sampai malam wajah Ipong murung. Esok paginya Ipong tak mau bangkit dari tempat tidur. Dia sangat kecewa. Dalam hati dia menyalahkan Paman Dani yg berlaku kejam dan Ibu yg gak mengingatkannya tuk mendaftar. Jam 8.30 telepon berdering. Tak lama kemudian ibu masuk ke kamar. “Pong, ada telepon dari Paman Dani!” Ibu memberitahu. Dengn segan Ipong ke luar kamar. “Pong, sebetulnya aku sudah daftarkan kamu. Kemarin aku cuma mau mendidikmu agar lain kali jangan lalai!” kata Paman Dani. “Kamu bisa datang ke sini dalam waktu setengah jam?” “Aaah…ehhh, aku belum mandi dan makan. Tapi, aku akan datang naik taksi!” kata Ipong. Dengn sigap Ipong mengambil handuk dan lari ke kamar mandi, setelah mandi. Dia membongkar celengan dan pamit pada Ibu.“Sarapan dulu, Pong!” Ibu mengingatkan. “Tak bisa, Bu. Kata Paman Dani jam 9.00 aku sudah harus ada di mal! Aku akan naik taksi aja. Uangku ada kok!” kata Ipong dan dia pun berlari ke jalan mencari taksi.

Dengn terengah-engah akhirnya dia tiba di tempat lomba di lantai III. Para orangtua hadir mengantar anak-anak mereka. Selain lomba catur, ada juga lomba mewarnai gambar dan lomba nyanyi. Ipong menemui Paman Dani. “Duduk di meja nomor 4, Pong!” kata Paman Dani. Setelah duduk, Ipong berhadapan dengn lawannya, seorang anak laki-laki yg tampan dan rapi. Anak itu tersenyum dan menjabat tangan Ipong, menyebutkan namanya Ian.
Ketika menoleh ke kiri, di meja nomor tiga ternyata ada anak yg tinggal di kompleks perumahan yg sama dengn Ipong. Anak itu berkaus biru, menganggukkan kepala dan tersenyum pada Ipong.
Panitia membacakan peraturan-peraturan yg harus ditaati dan nama-nama peserta lomba, lalu acara lomba dimulai. Lawan Ipong ternyata sangat pandai. Dalam sekejap dia sudah melahap tiga pion Ipong dan dalam waktu 8 menit Ipong kalah.

Ipong menoleh ke kiri dan anak berkaus biru sudah kalah lebih dulu dan meninggalkan kursinya. Ipong mendekati pamannya dengn kecewa dan berkata, “Paman, aku mau pulang aja sekarang!” “Jangan pulang, nonton saja pertandingan dulu. Kamu kan bisa belajar dari para calon juara!” Paman Dani mencegah “tuk apa? Aku kan sudah kalah!” kata Ipong dengn wajah lesu dan nada kurang senang. Dia pun ingat isi celengannya yg sudah berpindah ke tangan supir taksi. Paman Dani mengeluarkan uang Rp10.000,00 dan memberikan pada Ipong. “Turunlah ke lantai dua. Kamu bisa makan ayam goreng dan kentang. Sesudah itu kembali ke sini dan baru ambil keputusan. Kamu belum sempat makan, kan!”Ketika Ipong masuk ke restoran, anak berkaus biru ternyata sudah ada di sana. Dia baru mau mulai makan. dia memberi isyarat agar Ipong duduk di dekatnya. Ipong memesan makanan dan kemudian membawa bakinya ke meja anak itu. Keduanya berkenalan. “Rupanya kita sama-sama belum sarapan, Pong!” kata Aris, anak berkaus biru itu. Ipong menceritakan masalah pendaftaran lomba catur. “Kalau aku sudah mendaftar. Cuma semalam aku asyik main catur sendiri, tahu-tahu pagi hari aku masih mengantuk dan sulit bangun. Jadi gak sempat sarapan dulu!” Aris menjelaskan. “Benar kata ibuku, kalau mau ikut lomba harus menyiapkan diri sebaik-baiknya!” “Iya, kalu aku gak ngambek tadi pagi, mungkin aku bisa mandi dengn tenang, sarapan dan kemudian gak tergesa-gesa ke tempat lomba!” Ipong mengakui. “Rumah kita satu kompleks, kita bisa pulang sama-sama!” kata Ipong. “Ya, tapi aku tak mau pulang sekarang, rugi!” kata Aris. “Aku mau melihat cara rekan-rekan kita bertanding dan memperhatikannya. Kata ibuku kalau kita gagal kita harus bangkit dan berusaha lebih giat! Kegagalan sesungguhnya adalah awal keberhasilan kalau kita mau memperbaiki diri!” “Benar juga. Kalu begitu kita kembali saja ke lantai 3!” Ipong setuju. “Bagus juga kalau kita singgah dulu ke toko buku, beli ballpoint dan buku kecil tuk mencatat langkah-langkah para juara!” “Ya, omong-omong ada juga hikmahnya kegagalan kita ini. Aku jadi kenal kamu. Lain kali kita bisa sama-sama latihan catur. Selama ini kita tinggal satu kompleks perumahan, kita saling berselisih jalan, hanya memandang wajah, gak bertegur sapa!” kata Aris. “Aku punya beberapa buku catur di rumah, kamu bisa pinjam!” “Wah, bagus sekali. Terima kasih!” kata Ipong dengn ceria. Perutnya sudah kenyg, semangatnya sudah timbul, dan rasa kecewanya sirna. Kesadaran baru muncul bahwa gak seharusnya dia menyalahkan Ibu dan Paman Dani, karena dia sendiri yg salah. Kedua anak itu keluar keluar dari restoran, singgah ke toko buku dan naik ke lantai 3. Ipong dan Aris menonton lomba catur dengn penuh perhatian. Sesekali mereka mencatat. Sesudah suatu kegagalan, selalu kita bisa memiliki semangat baru.

----------------------------------------------------------------------------------------
Gimana bagus gak cerita dalam cerpen di atas? Kalo adik-adik tertarik dengan cerpen bobo lainnya, silahkan baca aja di sini. Atau bisa juga baca di web bobo, ini dia web resminya: Bobo. Sampai berjumpa lagi di cerpen berikutnya, bey...

Untuk lebih lengkap tentang apa yang sedang Anda cari, Silahkan lihat dalam "Daftar Isi" di tombol menu atas!

Related Post