CERPEN BOBO Ke-78, Uji Keberanian

Cerpen Bobo Ke-78 Ini Ceritanya Berjudul "Uji Keberanian", Semoga Adik-Adik Bisa Mengambil Hikmahnya Ya


Cerpen ini bukan kakak yang membuatnya, kakak hanya mengumpulkan cerpen-cerpen yang paling bagus menurut kakak dari berbagai sumber. Tapi sumber yang paling banyak kakak pilih adalah dari web resmi Bobo-nya langsung. Selamat membaca...

CERPEN BOBO, Uji Keberanian

----------------------------------------------------------------------------------------
Sepulang sekolah, Umar dan Yadi melewati Gedung Budaya. Rupanya ada pameran seni rupa. Di halaman gedung berdiri sekelompok patung tentara yg sedang melangkah dengn kaki kanan diayunkan ke depan. Masing-masing menggendong mayat. Patung-patung itu tampak hidup.
“Pandai sekali perupa ini!” puji Umar.
“Iya, kalau malam hari lewat sini dan orang gak tahu ada pameran, pasti orang akan sangat terkejut!” kata Yadi sambil tersenyum penuh arti. “Nanti malam aku akan mengajak Pino dan Mul ke sini. Aku suruh mereka berjalan sendiri. Kalau gak takut, aku akan traktir mereka mie rebus! Kamu ikut saja. Kita saksikan wajah mereka yg pucat dan lari terbirit-birit ketakutan!” Yadi menjelaskan idenya. Dlam hati Umar kurang setuju.
“Maaf, aku tak bisa. Nanti malam aku disuruh Ibu membayar uang arisan ke rumah Tante Eni!” Umar mengelak.
“Ya sudah, aku saja sendiri!” kata Yadi.
Malamnya, Mul dan Pino sudah berada di ujung jalan Gedung Budaya. Suasana jalan itu memang gelap karena tak ada penerangan lampu jalan dan sepi karena pada malam hari jarang dilalui orang dan kendaraan. Namun, di depan Gedung Budaya ada lampu.
“Ini namanya uji keberanian. Tugas kalian hanyalah jalan dari sini ke ujung jalan, lalu kembali lagi. Kalau berhasil, kalian akan kutraktir mie rebus!” kata Yadi. “Jalannya sendiri, bukan berdua!”
“Baik, aku duluan saja!” kata Mul. “Siapa takut?”
“Silakan,” kata Yadi. Hatinya berdebar-debar menantikan adegan lucu yg akan dilihatnya.
Mul melangkah maju. Yadi dan Pino menyaksikannya. Di depan Gedung Budaya tiba-tiba Mul berteriak.
“Tolooong… addaaa… maaa… maaa… yaaat!” Lalu Mul berlari sekencang-kencangnya ke tempat kedua kawannya berada.
Yadi tertawa terbahak-bahak. Wajah Mul pucat dan Pino tampak takut.
“Nah, Pino, sekarang giliranmu. Hadiah ditambah menjadi mie rebus dan segelas kopi susu!” kata Yadi.
“Kamu sendiri berani gak?” tantang Mul. “Jangan-jangan kamu sendiri juga gak berani!”
Dengn pongah Yadi menjawab, “Tentu saja aku berani. Aku akan berjalan dan kembali ke sini dengn tenang! Malah di depan gedung aku akan berhenti sejenak!” Yadi melangkah maju.
Di ujung jalan, Mul dan Pino menyaksikan dengn tegang. Yadi berjalan dengn gagah. Sesuai janjinya di depan Gedung Budaya dia berhenti sejenak.
Yadi menggosok-gosok matanya. Di antara para tentara ada sosok pendek sebaya dengn dirinya. Tapi wajahnya, kok, hitam seperti orang utan dan kedua tangannya menggapai-gapai. Sosok itu melangkah maju, semakin jelas kelihatan taringnya yg putih dan dia mengeluarkan bunyi gerrr… gerrr… gerrr.
Jantung Yadi berdegup keras dan tak ayal lagi dia berteriak,
“Hantuuu… hantuuu… hantuuu!”
Mendengar jeritan Yadi, Mul dan Pino lari. Yadi menyusul di belakangnya. Mereka terus berlari sampai di dekat gerobak tukang mie rebus.
“Ada apa?” Tanya tukang mie rebus.
“Ada hantu di depan Gedung Budaya!” Yadi menjelaskan.
“Oooh, di situ memang angker. Lagipula tuk apa kalian ke sana?”
Tukang mie rebus menanggapi, sekaligus bertanya.
“Maksudnya dia ingin menguji keberanian kami. Gak tahunya dia sendiri juga lari ketakutan!” kata Mul. “Sudahlah, kita makan mie rebus saja, bayar sendiri-sendiri. Aku jadi lapar!”
Ketiga anak itu makan mie rebus. Mie baru saja dihidangkan ketika Umar datang membawa plastik besar.
“Kok, kamu ke sini? Katanya mau antar uang arisan!” Tanya Yadi.
“Iya, rumah Tante Eni, kan, tak begitu jauh dari sini. Sekalian saja aku ke sini. Mau lihat hasil uji keberanian kalian. Sekalian aku yg traktir kalian!” kata Umar.
“Terima kasih, Mar. Terima kasih,” kata anak-anak itu.
“Mar, kamu bawa apa, tuh?” Tanya Pino sambil menunjuk tas plastik hitam yg dibawa Umar.
“Hadiah dari Tante Eni. Dia beli tuk anaknya, tapi anaknya ternyata takut sama topeng ini!” kata Umar dan dia mengeluarkan topeng wajah monyet yg sedang menyeringai. Umar memandang Yadi penuh arti dan Yadi tersenyum kecut.

----------------------------------------------------------------------------------------
Gimana bagus gak cerita dalam cerpen di atas? Kalo adik-adik tertarik dengan cerpen bobo lainnya, silahkan baca aja di sini. Atau bisa juga baca di web bobo, ini dia web resminya: Bobo. Sampai berjumpa lagi di cerpen berikutnya, bey...

Untuk lebih lengkap tentang apa yang sedang Anda cari, Silahkan lihat dalam "Daftar Isi" di tombol menu atas!

Related Post