Cerpen Bobo Ke-77 Ini Ceritanya Berjudul "Ular Naga Panjangnya", Semoga Adik-Adik Bisa Mengambil Hikmahnya Ya
Cerpen ini bukan kakak yang membuatnya, kakak hanya mengumpulkan cerpen-cerpen yang paling bagus menurut kakak dari berbagai sumber. Tapi sumber yang paling banyak kakak pilih adalah dari web resmi Bobo-nya langsung. Selamat membaca...
CERPEN BOBO, Ular Naga Panjangnya
----------------------------------------------------------------------------------------
Pak Rudolf adalah bangsawan kaya yg tinggal di sebuah rumah besar. Dia dan istrinya mempunyai seorang anak perempuan bernama Rosa. Selain mempunyai banyak pelayan, mereka juga mempunyai pelayan kecil bernama Emili.Sebelum menjadi pelayan di rumah itu, Emili tinggal di panti asuhan. Ketika Bu Rudolf mencari pelayan kecil di panti asuhan itu, Emili langsung menawarkan diri. Dia tak peduli walaupun harus bekerja keras di rumah Bu Rudolf. Dia hanya ingin keluar dari panti asuhan yg kumuh, lembab, dan makanannya sama sekali tak enak.
Mula-mula Emili Gembira tinggal di rumah besar Pak Rudolf. Dia mendapat pakaian hangat, kamar yg tak lembab, dan makanan enak. Akan tetapi, lama-kelamaan Emili mulai tak betah. Lorna si juru masak sangat galak padanya. Karena gugup, Emili jadi sering memecahkan piring.
Pagi ini, Emili bekerja di ruang keluarga. Dia membersihkan semua perabot dan pigura-pigura di dinding.
“Emili, hati-hati membersihkan kaca pigura itu!” kata Bu Rita, kepala pelayan di rumah itu. “Ibu dari Pak Rudolf bertahun-tahun membuat sulaman lukisan itu. Jangan sampai pecah kacanya!”
Emili menunduk gugup. “Saya akan lebih berhati-hati Bu Rita. Maaf, kemarin saya tak sengaja memecahkan piring lagi,” ujarnya pelan.
Emili mulai mengelap debu lagi di permukaan kaca pigura sulaman lukisan. Matanya menatap lekat sulaman gambar enam anak di taman itu. Perlahan tangannya lalu berhenti mengelap debu.
“Lukisan ini… sangat indah ya, Bu Rita. Lihat… pasti judulnya Bermain Ular Naga,” kata Emili kagum.
“Emili, apa kamu tak baca tulisan di bawah lukisan itu?” Tanya Bu Rita.
“Maaf, Bu Rita… saya… saya memang belum bisa membaca. Sebetulnya… baru saja tiga bulan saya sekolah. Tapi… saya sangat ingin keluar dari panti asuhan itu. Makanya, waktu Bu Rudolf mencari pembantu kecil, saya langsung menawarkan diri,” Emili menerangkan.
Bu Rita adalah kepala pelayan yg tegas dan agak galak. Namun mendengar cerita Emili itu, hatinya terharu juga.
“Kamu memang anak yg rajin, Emili. Nah, sekarang coba lihat tulisan di bawah sulaman lukisan ini. Bunyinya begini, ‘Taman Bunga yg indah’. Coba kamu lihat! Anak-anak ini tampak gembira karena bisa bermain di taman ini,” Bu Rita menerangkan dengn lembut.
“Waaah, pasti asyik bermain sepanjang hari di taman seindah ini!” seru Emili.
“Memang asyik,” jawab Bu Rita sambil tersenyum. “Tapi kalau kamu begitu, pasti tak akan diberi makanan, pakaian, dan tempat tinggal!”
Emili mengangguk dan segera menggantung kembali lukisan itu. Dia lalu pergi ke dapur tuk membantu Lorna si juru masak.
“Jangan terlalu besar potongan sayurnya! yg halus! Ini makanan tuk bangsawa! Bukan tuk orang miskin seperti kamu!” omel Lorna.
Hati Emili sangat sedih mendengar kata-kata kasar Lorna. Dia mulai tak betah di rumah itu. Apalagi Nina, pengasuh nona Rosa, juga sering menyuruhnya dengn kasar.
“Cepat rapikan kamar nona Rosa! Dasar gadis yg tak pernah sekolah! Jorok!” bentaknya. Padahal, Emili sebelumnya sudah merapikan kamar nona Rosa. Namun Nina sengaja mengacak-acaknya lagi agar Emili dimarahi Bu Rudolf.
Kalau sedang sedih, Emili termenung di depan sulaman lukisan itu. “Anak-anak ini kelihatan gembira bermain Ular Naga di taman. Ular Naga panjangnya… bukan kepalang…” Emili menyanyi di depan sulaman itu.
Bu Rita hanya menggelengkan kepala terharu melihat tingkah Emili.
“Kasihan sekali, Emili. Dia masih terlalu muda tuk bekerja. Harusnya, dia bermain-main gembira di sore hari begini…” gumam Bu Rita.
“Hei, Emili! Kamu disini dibayar tuk kerja. Bukan tuk melamun. Cepat potong-potong sayuran di dapur!” bentak Lorna ketika melihat Emili melamun di depan lukisan. Emili buru-buru lari ke dapur. Bu Rita melihatnya dengn iba.
Malam harinya, Emili rindu tuk melihat sulaman lukisan itu lagi. Saat semua sudah tidur, Emili turun ke ruang keluarga membawa sebatang lilin. Dia mendekati sulaman lukisan itu dan menatapnya sambil tersenyum.
“Aaah, andai aku ada di situ bermain bersama kalian…” bisik Emili. Tiba-tiba dia mendengar suara samar-samar.
“Ayo main bersama kami, Emili! Ular naga panjangnya bukan kepalang…”
“Heei, suara siapa itu?” Tanya Emili bingung.
“Kami sedang bermain Ular Naga, Emili!” terdengar suara lagi. Tiba-tiba di sekeliling Emili tampak enam orang anak. Mereka menarik tangan Emili.
“Ayo, ayo, main! Ular naga panjangnya bukan kepalang…”
“Heei, suara siapa itu?” Tanya Emili bingung.
“Kami sedang bermain Ular Naga, Emili!” Terdengar suara lagi. Tiba-tiba di sekeliling Emili tampak enam orang anak. Mereka menarik tangan Emili.
“Ayo, ayo, main! Ular naga panjangnya…” Emili bermain dan bernyanyi bersama keenam temannya di taman yg indah itu. Dia sangat gembira.
Esok harinya, seisi rumah Pak Rudolf gempar.
“Emili tak ada di kamarnya. Dia tak ada di mana-mana!” seru Bu Rita. Mereka mencari Emili di setiap sudut rumah, tapi mereka tetap tak menemukannya.
“Mungkin dia kabur dari rumah ini…” Lorna merasa agak bersalah.
Sementara itu, Pak Rudolf meneliti sulaman lukisan di pigura di dindingnya. “Aneh! Seingatku, ibuku menyulam enam anak di sulaman lukisan ini. Kenapa sekarang jadi ada tujuh anak? Apa aku salah ingat? Atau… keenam anak ini mendapat teman baru?” Pak Rudolf bingung.
----------------------------------------------------------------------------------------
Gimana bagus gak cerita dalam cerpen di atas? Kalo adik-adik tertarik dengan cerpen bobo lainnya, silahkan baca aja di sini. Atau bisa juga baca di web bobo, ini dia web resminya: Bobo. Sampai berjumpa lagi di cerpen berikutnya, bey...
Untuk lebih lengkap tentang apa yang sedang Anda cari, Silahkan lihat dalam "Daftar Isi" di tombol menu atas!