CERPEN BOBO Ke-58, Kali Gajah Wong

Cerpen Bobo Ke-58 Ini Ceritanya Berjudul "Kali Gajah Wong", Semoga Adik-Adik Bisa Mengambil Hikmahnya Ya


Cerpen ini bukan kakak yang membuatnya, kakak hanya mengumpulkan cerpen-cerpen yang paling bagus menurut kakak dari berbagai sumber. Tapi sumber yang paling banyak kakak pilih adalah dari web resmi Bobo-nya langsung. Selamat membaca...

CERPEN BOBO, Kali Gajah Wong, Cerita Rakyat DI Yogyakarta

----------------------------------------------------------------------------------------
Dalam kisah disebutkan, Kerajaan Mataram pernah berpusat di Kotagede, kurang lebih 7 kilometer arah tenggara kota Yogyakarta. Pada waktu itu Kerajaan Mataram dipimpin oleh Sultan Agung yg mempunyai beribu-ribu prajurit, termasuk pasukan berkuda dan pasukan gajah. Kanjeng sultan juga mempunyai banyak abdi dalem yg setia. Di antara abdi dalem itu terdapat seorang srati, bernama Ki Sapa Wira.

Setiap pagi, gajah Sultan yg bernama Ki Dwipangga itu slalu dimandikan oleh Ki Sapa Wira di sungai di dekat Kraton Mataram. Oleh karena itu, gajah dari Negeri Siam itu slalu menurut dan terbiasa dengn perlakuan lembut Ki Sapa Wira. Pada suatu hari, Ki Sapa Wira sakit bisul di ketiaknya sehingga dia tak bisa bergerak bebas, apalagi harus bekerja memandikan gajah. Oleh karena itu, Ki Sapa Wira menyuruh adik iparnya yg bernama Ki Kerti Pejok tuk menggantikan pekerjaannya. Sebenarnya, nama asli Ki Kerti Pejok adalah Kertiyuda. Namun karena terkena penyakit polio sejak lahir sehingga kalau berjalan meliuk-liuk pincang ato pejok menurut istilah Jawa, maka dia pun dipanggil Kerti Pejok.

“Tolong gantikan aku memandikan Ki Dwipangga, Kerti,” kata Ki Sapa Wira.

“Baik, Kang,” jawab Ki Kerti. “Tapi bagaimana jika nanti Ki Dwipangga tak mau berendam, Kang?” sambungnya.

“Biasanya aku tepuk kaki belakangnya, lalu aku tarik buntutnya,” jawab Ki Sapa Wira.

Pagi itu Ki Kerti sudah berangkat menuju sungai bersama Ki Dwipangga. Badan gajah itu dua kali lipat badan kerbau, belalainya panjang, dan gadingnya berwarna putih mengkilat. Ki Kerti Pejok membawakan dua buah kelapa muda tuk makanan Ki Dwipangga agar gajah itu patuh kepadanya.

“Nih, ambillah tuk sarapan …,” celetuk Ki Kerti sambil melemparkan sebuah kelapa muda ke arah Ki Dwipangga.

“Prak ….” kelapa itu ditangkap oleh Ki Dwipangga dengn belalainya lalu dibanting pada batu besar di pinggir jalan. Dua buah kelapa sudah terbelah, dan Ki Dwipangga memakannya dengn lahap. Belum habis kelapa yg kedua, Ki Kerti sudah menyuruh Ki Dwipangga tuk berdiri dan berjalan lagi. Dipukulnya pantat gajah itu dengn cemeti yg dibawanya.

Setibanya di sungai, Ki Kerti menyuruh Ki Dwipangga tuk berendam. Sesaat kemudian, Ki Kerti segera memandikan gajah itu. DIa menggosok-gosok tubuh gajah tersebut dengn daun kelapa supaya lumpur-lumpur yg melekat cepat hilang. Setlah bersih, gajah itu segera dibawa pulang oleh Ki Kerti menuju kandangnya.

“Kang, gajahnya sudah saya mandikan sampai bersih,” lapor Ki Kerti kepada Ki Sapa Wira.

“Ya, terima kasih. Aku harap besok pagi kamu pergi memandikan Ki Dwipangga lagi. Setiap hari gajah itu harus dimandikan, apalagi pada saat musim kawin begini,” jawab Ki Sapa Wira sambil menghisap cerutunya.

Keesokan harinya, pagi-pagi Ki Kerti mendatangi rumah Ki Sapa Wira tuk menjemput Ki Dwipangga. Pagi itu langit kelihatan mendung, namun tak ada tanda-tanda hujan akan turun. Segera Ki Kerti Pejok membawa Ki Dwipangga menuju sungai. Kali ini Ki Kerti Pejok agak kecewa karena sungai tempat memandikan gajah tersebut kelihatan dangkal. ‘Mana mungkin dapat memandikan gajah jika tuk berendam pun tak bisa,’ pikir Ki Kerti Pejok. Kemudian dia membawa Ki Dwipangga ke arah hilir tuk mencari genangan sungai yg dalam.

“Ah, di sini kelihatannya lebih dalam. Aku akan memandikan Ki Dwipangga di sini saja. Dasar, Kanjeng Sultan orang yg aneh. Sungai sekecil ini kok digunakan tuk memandikan gajah,” gerutu Ki Kerti Pejok sambil terus menggosok punggung Ki Dwipangga. Belum habis Ki Kerti Pejok menggerutu, tiba-tiba banjir bandang datang dari arah hulu.

“Hap … Hap … Tulung … Tuluuung …,” teriak Ki Kerti Pejok sambil melambai-lambaikan tangannya. Ia hanyut dan teng­gelam bersama Ki Dwipangga hingga ke Laut Selatan. Keduanya pun mati karena tak ada seorang pun yg dapat menolongnya.

Tuk mengingat peristiwa tersebut, Sultan Agung menamakan sungai itu Kali Gajah Wong, karena kali itu tlah menghanyutkan gajah dan wong. Sungai itu terletak di sebelah timur kota Yogyakarta.
----------------------------------------------------------------------------------------
Gimana bagus gak cerita dalam cerpen di atas? Kalo adik-adik tertarik dengan cerpen bobo lainnya, silahkan baca aja di sini. Atau bisa juga baca di web bobo, ini dia web resminya: Bobo. Sampai berjumpa lagi di cerpen berikutnya, bey...

Untuk lebih lengkap tentang apa yang sedang Anda cari, Silahkan lihat dalam "Daftar Isi" di tombol menu atas!

Related Post