CERPEN BOBO Ke-51, Legenda Putri Mambang Linau

Cerpen Bobo Ke-51 Ini Ceritanya Berjudul "Legenda Putri Mambang Linau", Semoga Adik-Adik Bisa Mengambil Hikmahnya Ya


Cerpen ini bukan kakak yang membuatnya, kakak hanya mengumpulkan cerpen-cerpen yang paling bagus menurut kakak dari berbagai sumber. Tapi sumber yang paling banyak kakak pilih adalah dari web resmi Bobo-nya langsung. Selamat membaca...

CERPEN BOBO, Legenda Putri Mambang Linau, Cerita Rakyat Riau

----------------------------------------------------------------------------------------
Alkisah, di tanah Bengkalis hiduplah seorang pemuda bernama Bujang Enok. DIa hidup miskin dan sebatang kara, tak berayah, tak beribu, tak juga bersaudara. Namun, dia adalah pemuda yg baik dan pemurah hati. Pekerjaan sehari-harinya mencari kayu api di dalam hutan, yg kemudian dijualnya ke pasar ato ditukarkannya dengn beras dan keperluan hidupnya yg lain.

Suatu pagi, Bujang Enok sedang berjalan di tengah hutan, tiba-tiba dia dihadang seekor ular berbisa. “Ssssss……Ssssss…..”, ular itu berdesis menjulur-julurkan lidahnya ke arah Bujang Enok. Melihat ular itu, Bujang Enok berusaha menghalaunya dengn baik, namun tak juga mau pergi. Lalu dia pun mendiamkannya. Ketika dia diamkan, ular itu justru hendak mematuk Bujang Enok. Dengn terpaksa, Bujang Enok pun melecutnya dengn semambu (tongkat rotan), pusaka peninggalan almarhum ayahnya. Sekali lecut, ular berbisa itu pun menggeliat, lalu mati. Setelah melihat tak bergerak lagi, Bujang Enok segera mengubur ular itu di pinggir jalan. Setelah itu, dia pun mulai mengumpulkan kayu api. Ketika akan memulai pekerjaannya, dia mendengar suara perempuan sedang bercakap-cakap. “Ular berbisa itu tlah mati”, kata sebuah suara perempuan dari arah lubuk di hulu sungai. “Syukurlah, kita tak akan diganggu ular itu lagi”, sahut suara perempuan lainnya. Semakin lama, suara-suara tersebut semakin jelas terdengar oleh Bujang Enok, namun dia tak menghiraukan suara tersebut, dan dia terus melanjutkan pekerjaannya mengumpulkan kayu api.

Pada saat tengah hari, seperti biasanya Bujang Enok pulang ke pondoknya. Ketika dia masuk ke dapur pondoknya, Bujang Enok merasa heran, karena di dapurnya tlah tersedia nasi dan segala lauk pauk yg lezat rasanya. Karena lapar yg tak tertahan, dia pun langsung melahap semua hidangan yg tersaji itu. Sambil menikmati kelezatan makanan itu, Bujang Enok menebak-nebak dlam hati, “Ibuku sudah meninggal dunia, aku pun tak punya saudara, tetanggaku juga sangat jauh dari sini. Lalu, siapa ya… yg menghidangkan makanan ini?” Pikiran-pikiran itu terus berkecamuk dlam benaknya. Karena penasaran, dia pun berniat tuk mencari tahu orang yg menghidangkan makanan itu.

Keesokan harinya, Bujang Enok melaksanakan niatnya tuk mencari tahu orang yg tlah berani masuk ke dalam pondoknya. Hari itu dia memutuskan tak pergi ke hutan. Dari pagi hingga siang ditunggunya orang yg masuk ke pondoknya. Bujang Enok menunggu di antara semak-semak yg berada tak jauh dari pondoknya. Menjelang tengah hari, tiba-tiba dari arah lubuk, datang tujuh gadis jelita. Mereka datang beriring-iringan dan menjunjung hidangan, lalu masuk ke dlam pondok Bujang Enok. Ketujuh gadis itu mengenakan selendang berwarna pelangi. Namun dari ketujuh gadis itu, gadis yg berselendang warna jinggalah yg paling cantik. “Waw, cantik sekali gadis yg berselendang jingga itu?”, gumam Bujang Enok sambil mengawasi gadis itu hingga hilang dari pandangannya.

Tak lama kemudian, ketujuh gadis itu keluar dari pondok Bujang Enok, dan berjalan ke arah lubuk hulu sungai. dengn langkah hati-hati, Bujang Enok membuntuti ketujuh gadis jelita itu hingga ke pinggir lubuk hulu sungai, lalu bersembunyi di rimbunan semak-semak. Di balik semak-semak itu, Bujang Enok bisa melihat ketujuh gadis itu tengah berganti pakaian yg akan mandi. Masing-masing gadis itu menygkutkan selendangnya pada sebuah ranting kayu. Mereka mandi sambil bersendau gurau, hingga tak menyadari kehadiran Bujang Enok yg tak jauh dari tempat mereka mandi. Suasana yg ramai itu, digunakan Bujang Enok tuk mengambil selendang yg tergantung di ranting. Dari balik semak-semak, Bujang Enok mengaitkan sebuah tongkat ke selendang yg berwarna jingga. Kemudian dia menariknya dengn pelan-pelan, lalu meraih selendang itu dan menyembunyikan di balik bajunya. Setelah itu, dia pun kembali bersembunyi di balik semak-semak.

Setelah selesai mandi, ketujuh gadis itu naik ke tepi lubuk lalu berganti pakaian. Masing-masing mengambil dan mengenakan selendangnya yg tergantung di ranting. Namun, di antara ketujuh gadis itu ada seorang gadis yg kehilangan selendang. “Selendang saya di mana?, tanya gadis itu sambil mencari-cari selendangnya yg hilang. Namun, tak seorang pun temannya yg tahu keberadaan selendang itu. Lalu, gadis itu meneruskan pencariannya, dibantu keenam gadis lainnya. Setelah beberapa lama mereka mencari, tapi selendang jingga itu tak kunjung ditemukan. Menjelang sore, keenam gadis yg tlah mengenakan selendang, tiba-tiba menari dan kemudian melayang-layang terbang ke angkasa meninggalkan gadis yg kehilangan selendang itu seorang diri di tepian lubuk. Sementara itu, Bujang Enok tercengang-cengang menyaksikan peristiwa itu dari balik semak-semak. Bujang Enok terus memandangi keenam gadis itu tanpa berkedip sedikit pun. Makin tinggi terbang ke angkasa, makin kecil keenam gadis itu terlihat. Sampai akhirnya mereka menghilang dari pandangan Bujang Enok.

Setelah itu, Bujang Enok keluar dari persembunyiannya dan menghampiri gadis yg sedang mencari-cari selendangnya. “Apa yg kau cari, wahai gadis cantik?” tanya Bujang Enok. “Tuan, apabila Tuan mengetahui selendang berwarna jingga, hamba mohon kembalikanlah selendang itu,” pinta Gadis itu sambil menyembah. Bujang Enok menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu berkata: “Saya bersedia mengembalikan selendang jingga milik Tuan Putri, tetapi dengn syarat, Tuan Putri bersedia menikah dengn saya,” kata Bujang Enok. “Ya, saya berjanji bersedia menikah dengn Tuan, asalkan Tuan sanggup berjanji pula, apabila saya terpaksa harus menari, berarti kita akan bercerai kasih,” kata gadis jelita itu dengn tulus. “Baiklah, saya bersedia mengingat janji itu. Nama saya Bujang Enok,” jelas Bujang Enok memperkenalkan dirinya. “Nama saya Mambang Linau,” kata gadis jelita itu membalasnya. Sejak saat itu, mereka menjalin cinta kasih dlam sebuah bahtera rumah tangga. Bujang Enok dan Mambang Linau hidup bahagia, rukun dan berkecukupan.

Sejak menikah dengn Mambang Linau, Bujang Enok semakin terkenal di kampungnya dengn sifat pemurahnya. Kepemurahan hati Bujang Enok itu terdengar oleh Raja yg berkuasa di negeri itu. Kemudian sang Raja pun memanggil Bujang Enok menghadap kepadanya tuk diangkat menjadi Batin (Kepala Kampung) di kampung Petalangan. Bujang Enok pun datang ke istana. Setelah di hadapan Raja, “Ampun, Baginda! Ada apa gerangan Baginda memanggil hamba?”, tanya Bujang Enok sambil memberi hormat. “Wahai Bujang Enok, bersediakah kamu saya jadikan Batin di kampung Petalangan?‘, sang Raja bertanya pula. “Ampun, Baginda! Jika itu kehendak Baginda, dengn senang hati hamba bersedia menjadi Batin”, jawab Bujang Enok pelan sambil memberi hormat. Kesediaan Bujang Enok menjadi Batin membuat sang Raja senang. Beberapa hari kemudian, Bujang Enok pun dilantik menjadi Batin di kampung Petalangan.

Sejak menjadi Batin, Bujang Enok pun menjadi salah seorang kepercayaan sang Raja. Setiap mengadakan pesta, sang Raja selalu mengundang Bujang Enok. Suatu hari, sang Raja mengadakan pesta di istana. Dalam pesta itu wajib diisi dengn tari-tarian yg dipersembahkan oleh dayang, istri pembesar istana, istri para penghulu dan kepercayaan raja, termasuk istri Bujang Enok, Putri Mambang Linau. Setelah acara dimulai, satu persatu para istri mempersembahkan tarian mereka. Putri Mambang Linau yg sedang menyaksikan pertunjukan tarian itu, mulai berdebar-debar. Dalam hatinya, “Jika aku ikut menari, berarti aku akan bercerai dengn Suamiku”. Baru saja dia selesai bergumam, tiba-tiba, “Kami persilakan Putri Mambang Linau,” titah Raja diiringi tepuk tangan para hadirin. Mendengar titah sang Raja, hatinya pun semakin berdebar kencang. Bujang Enok yg duduk di sampingnya menoleh ke arah istrinya, “Wahai adinda Mambang Linau, kakanda menjunjung tinggi titah raja,” bisik Bujang Enok. Mambang Linau mengerti maksud bisikan suaminya, lalu menjawab “Demi menjunjung titah raja dan rasa syukur atas tuah negeri, saya bersedia menari,” jawab Mambang Linau seraya mengenakan selendang berwarna jingga dan kemudian menuju ke atas pentas.

Sebelum memulai tariannya, Putri Mambang Linau terlebih dahulu melakukan gerakan-gerakan persembahan tuk menjaga tata kesopanan dalam istana dan menghormati sang Raja. Setelah itu, dia pun mulai menari layaknya seekor burung elang. Dia melambaikan selendangnya seraya mengepak-ngepakkannya. Perlahan-lahan kakinya diangkat seperti tak berpijak di bumi. Tiba-tiba Mambang Linau meliukkan badannya, dan seketika itu dia pun terbang melayang, membubung ke angkasa menuju kayangan. Semua yg hadir terperangah menyaksikan peristiwa tersebut. Sejak itu, Putri Mambang Linau tak pernah kembali lagi. Sejak itu pula, Batin Bujang Enok bercerai kasih dengn Putri Mambang Linau. Betapa besar pengorbanan Bujang Enok. dia rela bercerai dengn istrinya demi menjunjung tinggi titah sang Raja. Menyadari hal itu, sang Raja pun menganugerahi Bujang Enok sebuah kehormatan yaitu dilantik menjadi Penghulu yg berkuasa di istana. Dari peristiwa ini pula lahir sebuah pantun yg berbunyi:

Ambillah seulas si buah limau
Coba cicipi di ujung-ujung sekali
Sudahlah pergi si Mambang Linau
Hamba sendiri menjunjung duli

Setelah peristiwa itu, Raja Negeri bertitah bahwa tuk menghormati pengorbanan Bujang Enok, maka setiap tahun diadakan acara tari persembahan. Tarian ini mengisahkan Putri Mambang Linau sejak pertemuan sampai perpisahannya dengn Bujang Enok. Karena gerakannya menyerupai burung elang yg sedang melayang (elang babegar), maka tarian itu dinamakan tarian elang-elang. Kini, masyarakat Riau lebih senang menyebutnya tari olang-olang.
----------------------------------------------------------------------------------------
Gimana bagus gak cerita dalam cerpen di atas? Kalo adik-adik tertarik dengan cerpen bobo lainnya, silahkan baca aja di sini. Atau bisa juga baca di web bobo, ini dia web resminya: Bobo. Sampai berjumpa lagi di cerpen berikutnya, bey...

Untuk lebih lengkap tentang apa yang sedang Anda cari, Silahkan lihat dalam "Daftar Isi" di tombol menu atas!

Related Post