Cerpen Bobo Ke-50 Ini Ceritanya Berjudul "Lukisan Kasih Sayang", Semoga Adik-Adik Bisa Mengambil Hikmahnya Ya
Cerpen ini bukan kakak yang membuatnya, kakak hanya mengumpulkan cerpen-cerpen yang paling bagus menurut kakak dari berbagai sumber. Tapi sumber yang paling banyak kakak pilih adalah dari web resmi Bobo-nya langsung. Selamat membaca...
CERPEN BOBO, Lukisan Kasih Sayang
----------------------------------------------------------------------------------------
Pak Saiful, pelukis ternama mempunyai seorang palayan yg setia. Namanya Mumu. Biasanya setiap pagi Mumu membawakan perlengkapan melukis Pak Saiful, misalnya kanvas, cat minyak, dan kuas. DIa juga membawakan tikar kecil, air minum, dan makanan. Pak Saiful selalu melukis di tempat yg indah sekaligus mengerikan. Tempatnya di bawah sebatang pohon besar. Di sekitarnya terdapat rumput hijau dan bunga-bunga liar berwarna putih dan kuning. Kupu-kupu dan capung berkeliaran bebas di antara bunga-bunga itu. Kira-kira 15 meter ke arah selatan dari pohon itu terdapat sebuah rawa kecil yg permukaannya ditutupi oleh daun-daun teratai. Bunga-bunga teratai yg berwarna merah jambu menghiasi permukaan rawa itu. Namun, rawa itu slalu menelan benda apa saja yg terjatuh ke dalamnya, termasuk manusia. Lumpur rawa akan mengisap apa saja yg jatuh ke dalamnya.
Suatu hari Pak Saiful baru saja menyelesaikan lukisannya yg sangat indah. Lukisan seorang anak kecil yg sedang menggendong dan membelai anjing kecil berbulu cokelat. Siapapun yg melihat lukisan itu pasti merasa tersentuh. Anak itu menyaygi anjingnya dan anjing kecil itu pun terlihat senang dalam pelukan si anak.
“Mumu, coba kesini dan lihat lukisanku!” kata Pak Saiful bangga.
“Luar biasa, Pak, sangat indah! Pasti laku dengn harga mahal,” ujar Mumu.
Kemudian Mumu kembali ke bawah pohon dan menyiapkan makanan dan minuman. Sementara itu Pak Saiful mundur beberapa langkah tuk memandang lukisannya lagi. Oh semakin jauh jaraknya, lukisan itu semakin indah terlihat. Pak Saiful mundur beberapa langkah lagi dan memandangi lukisannya kembali. Rupanya dia tak sadar bahwa dia berada di tepi rawa. Sementara itu Mumu melihat majikannya yg sudah berada di tepi rawa. Alangkah berbahayanya. Bila Pak Saiful mundur selangkah lagi, pasti dia terjatuh ke dalam rawa. Mumu mendekati lukisan di bawah pohon dan mengangkat lukisan itu dari tempatnya.
Pak Saiful berlari ke dekat pohon dan berkata dengn marah, “Apa-apaan kamu ini, Mu. Berani-beraninya kamu mau merusak lukisanku, ato mau mencurinya?!”
“Maaf, Pak, maksud saya…!” jawab Mumu. Namun Pak Saiful gak mau mendengar penjelasan Mumu.
“Pergi kau dari sini. Aku gak memerlukan pelayan yg kurang ajar!” seru Pak Saiful dengn wajah merah padam. Terpaksa Mumu pergi. Pak Saiful membereskan alat-alatnya dan membawa perlengkapannya pulang. Uuuh, rupanya berat juga.
Esok paginya Pak Saiful membawa lagi lukisannya ke bawah pohon besar. Karena belum puas memandang, hari ini dia akan memandang sepuas-puasnya tanpa diganggu oleh Mumu.
Mula-mula Pak Saiful memandang lukisannya dari dekat, kemudian dia memperpanjang jaraknya. Akhirnya dia sudah mendekati tepi rawa. DIa tak tahu di balik pohon besar ada sepasang mata mengawasinya.
“Karya hebat. Aku sendiri pun hampir meneteskan air mata memandang lukisan itu. Orang akan tergugah tuk menyaygi binatang. Dan mereka akan berpikir bahwa kasih sayg itu sesuatu yg amat penting dan berharga!” pikir Pak Saiful.
Tanpa sadar Pak Saiful mundur lagi dan …oooh …dia terperosok ke dalam rawa. “Toloong…tolooong!” jerit Pak Saiful dengn panik. DIa sadar bahwa dirinya akan terhisap ke dalam lumpur rawa dan maut akan segera menjemputnya. Saat itulah Mumu muncul sambil membawa tambang. DIa sudah mengikatkan tambang di sebuah pohon besar dekat rawa.
“Pegang tambang ini, Pak!” kata Mumu sambil mengulurkan tambang. Lalu Mumu cepat-cepat menarik tambang sekuat tenaga, menarik Pak Saiful dari rawa. Keringat bercucuran di wajah Mumu, namun akhirnya dia berhasil menyeret majikannya keluar dari rawa. Begitu tiba di rerumputan, Pak Saiful pingsan.
Ketika sadar, dia sudah berada di rumahnya dalam keadaan bersih, Mumu sudah mengurus segala sesuatunya dengn baik.
“Terimakasih, Mumu, kamu menyelematkan nyawaku!” kata Pak Saiful. “Maafkan aku!”
“gak apa-apa, Pak. Saya senang Bapak selamat. Saya mengangkat lukisan Bapak kemarin karena saya ingin menarik perhatian Bapak. Bapak sudah di tepi rawa waktu itu. saya kuatir Bapak jatuh. Tadi saya berjaga-jaga dan menyiapkan tambang karena saya kuatir Bapak asyik memandang lukisan dan terperosok ke dalam rawa!” kata Mumu.
Mumu, si pelayan setia mendapat hadiah dan kembali bekerja lagi pada Pak Saiful. Kasih sayg seorang anak pada anjingnya, kasih sayg seorang pelayan pada majikannya membuat Pak Saiful makin menyadari arti kasih sayg. Dan sebagai rasa syukur, Pak Saiful memberikan hasil penjualan lukisan itu pada Panti Asuhan.
----------------------------------------------------------------------------------------
Gimana bagus gak cerita dalam cerpen di atas? Kalo adik-adik tertarik dengan cerpen bobo lainnya, silahkan baca aja di sini. Atau bisa juga baca di web bobo, ini dia web resminya: Bobo. Sampai berjumpa lagi di cerpen berikutnya, bey...
Untuk lebih lengkap tentang apa yang sedang Anda cari, Silahkan lihat dalam "Daftar Isi" di tombol menu atas!