Cerita Lucu Dari Sesosok Ulama Besar Abu Nawas Yang Ke-66 Ini Berjudul "Pesan Bagi Hakim", Ambil Hikmahnya Yoo
Cerita lucu Abu Nawas di sini kami dapatkan dari berbagai sumber, jadi maaf yaa kalo cerita lucu seperti di bawah ini sudah pernah kalian baca. Cerita lucu ini sarat sekali dengan kandungan hikmah dalam ceritanya, jadi sambil menghibur hati, petik juga hikmah yang terkandung dalam cerita lucu dari Abu Nawas ini.
Selamat membaca...
--------------------------------------------------------------------------------------
Cerita Lucu, Abu Nawas Dan Pesan Bagi Hakim
Siapakah Abu Nawas? Tokoh yg dinggap badut namun juga dianggap ulama
besar ini— sufi, tokoh super lucu yg tiada bandingnya ini aslinya orang Persia
yg dilahirkan pada tahun 750 M di Ahwaz meninggal pada tahun 819 M di
Baghdad. Setlah dewasa dia mengembara ke Bashra dan Kufa. Di sana dia belajar
bahasa Arab dan bergaul rapat sekali dengn orang-orang badui padang pasir.
Karena pergaulannya itu dia mahir bahasa Arab dan adat istiadat dan kegemaran
orang Arab”, dia juga pandai bersyair, berpantun dan menyanyi. dia sempat
pulang ke negerinya, namun pergi lagi ke Baghdad bersama ayahnya, keduanya
menghambakan diri kepada Sultan Harun Al Rasyid Raja Baghdad.
Mari kita mulai kisah penggeli hati ini. Bapaknya Abu Nawas adalah Penghulu
Kerajaan Baghdad bernama Maulana. Pada suatu hari bapaknya Abu Nawas yg
sudah tua itu sakit parah dan akhirnya meninggal dunia.
Abu Nawas dipanggil ke istana. Dia diperintah Sultan (Raja) tuk mengubur
jenazah bapaknya itu sebagaimana adat Syeikh Maulana. Apa yg dilakukan
Abu Nawas hampir tiada bedanya dengn Kadi Maulana baik mengenai tata cara
memandikan jenazah hingga mengkafani, menyalati dan mendo’akannya, maka
Sultan bermaksud mengangkat Abu Nawas menjadi Kadi ato penghulu
menggantikan kedudukan bapaknya.
Namun… demi mendengar rencana sang Sultan.
Tiba-tiba saja Abu Nawas yg cerdas itu tiba-tiba nampak berubah menjadi
gila.
Usai upacara pemakaman bapaknya. Abu Nawas mengambil batang sepotong
batang pisang dan diperlakukannya seperti kuda, dia menunggang kuda dari ba-
tang pisang itu sambil berlari-lari dari kuburan bapaknya menuju rumahnya.
Orang yg melihat menjadi terheran-heran dibuatnya.
Pada hari yg lain dia mengajak anak-anak kecil dlam jumlah yg cukup
banyak tuk pergi ke makam bapaknya. Dan di atas makam bapaknya itu dia
mengajak anak-anak bermain rebana dan bersuka cita.
Kini semua orang semakin heran atas kelakuan Abu Nawas itu, mereka
menganggap Abu Nawas sudah menjadi gila karna ditinggal mati oleh
bapaknya.
Pada suatu hari ada beberapa orang utusan dari Sultan Harun Al Rasyid datang
menemui Abu Nawas.
“Hai Abu Nawas kau dipanggil Sultan tuk menghadap ke istana.” kata wazir
utusan Sultan.
“Buat apa sultan memanggilku, aku tak ada keperluan dengannya.”jawab Abu
Nawas dengn entengnya seperti tanpa beban.
“Hai Abu Nawas kau tak boleh berkata seperti itu kepada rajamu.”
“Hai wazir, kau jangan banyak cakap. Cepat ambil ini kudaku ini dan mandikan
di sungai supaya bersih dan segar.” kata Abu Nawas sambil menyodorkan
sebatang pohon pisang yg dijadikan kuda-kudaan.
Si wazir hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Abu Nawas.
“Abu Nawas kau mau apa tak menghadap Sultan?” kata wazir
“Katakan kepada rajamu, aku sudah tahu maka aku tak mau.” kata Abu
Nawas.
“Apa maksudnya Abu Nawas?” tanya wazir dengn rasa penasaran.
“Sudah pergi sana, bilang aja begitu kepada rajamu.” sergah Abu Nawas
sembari menyaruk debu dan dilempar ke arah si wazir dan teman-temannya.
Si wazir segera menyingkir dari halaman rumah Abu Nawas. Mereka laporkan
keadaan Abu Nawas yg seperti tak waras itu kepada Sultan Harun Al Rasyid.
Dengn geram Sultan berkata,”Kalian bodoh semua, hanya menghadapkan Abu
Nawas kemari aja tak becus! Ayo pergi sana ke rumah Abu Nawas bawa dia
kemari dengn suka rela ataupun terpaksa.”
Si wazir segera mengajak beberapa prajurit istana. Dan dengn paksa Abu
Nawas di hadirkan di hadapan raja.
Namun lagi-lagi di depan raja Abu Nawas berlagak pilon bahkan tingkahnya
ugal-ugalan tak selayaknya berada di hadapan seorang raja.
“Abu Nawas bersikaplah sopan!” tegur Baginda.
“Ya Baginda, tahukah Anda….?”
“Apa Abu Nawas…?”
“Baginda… terasi itu asalnya dari udang !”
“Kurang ajar kau menghinaku Nawas !”
“Tidak Baginda! Siapa bilang udang berasal dari terasi?”
Baginda merasa dilecehkan, dia naik pitam dan segera memberi perintah kepada
para pengawalnya. “Hajar dia! Pukuli dia sebanyak dua puluh lima kali”
Wah-wah! Abu Nawas yg kurus kering itu akhirnya lemas tak berdaya dipukuli
tentara yg bertubuh kekar.
Usai dipukuli Abu Nawas disuruh keluar istana. Ketika sampai di pintu gerbang
kota, dia dicegat oleh penjaga.
“Hai Abu Nawas! Tempo hari ketika kau hendak masuk ke kota ini kita tlah
mengadakan perjanjian. Masak kau lupa pada janjimu itu? Jika engkau diberi
hadiah oleh Baginda maka engkau berkata: Aku bagi dua; engkau satu bagian,
aku satu bagian. Nah, sekarang mana bagianku itu?”
“Hai penjaga pintu gerbang, apakah kau benar-benar menginginkan hadiah
Baginda yg diberikan kepada tadi?”
“Iya, tentu itu kan sudah merupakan perjanjian kita?”
“Baik, aku berikan semuanya, bukan hanya satu bagian!”
“Wan ternyata kau baik hati Abu Nawas. Memang harusnya begitu, kau kan
sudah sering menerima hadiah dari Baginda.”
Tanpa banyak cakap lagi Abu Nawas mengambil sebatang kayu yg agak besar
lalu orang itu dipukulinya sebanyak dua puluh lima kali. Tentu saja orang itu
menjerit-jerit kesakitan dan menganggap Abu Nawas tlah menjadi gila.
Setlah penunggu gerbang kota itu klenger Abu Nawas meninggalkannya begitu
aja, dia terus melangkah pulang ke rumahnya.
Sementara itu si penjaga pintu gerbang mengadukan nasibnya kepada Sultan
Harun Al Rasyid.
“Ya, Tuanku Syah Alam, ampun beribu ampun. Hamba datang kemari
mengadukan Abu Nawas yg tlah memukul hamba sebanyak dua puluh lima
kali tanpa suatu kesalahan. Hamba mohom keadilan dari Tuanku Baginda.”
Baginda segera memerintahkan pengawal tuk memanggil Abu Nawas. Setlah
Abu Nawas berada di hadapan Baginda dia ditanya.”Hai Abu Nawas! Benarkah kau
tlah memukuli penunggu pintu gerbang kota ini sebanyak dua puluh lima kali
pukulan?”
Berkata Abu Nawas,”Ampun Tuanku, hamba melakukannya karna sudah
sepatutnya dia menerima pukulan itu.”
“Apa maksudmu? Coba kau jelaskan sebab musababnya kau memukuli orang
itu?” tanya Baginda.
“Tuanku,”kata Abu Nawas.”Hamba dan penunggu pintu gerbang ini tlah
mengadakan perjanjian bahwa jika hamba diberi hadiah oleh Baginda maka
hadiah tersebut akan dibagi dua. Satu bagian tuknya satu bagian tuk saya.
Nah pagi tadi hamba menerima hadiah dua puluh lima kali pukulan, maka saya
berikan pula hadiah dua puluh lima kali pukulan kepadanya.”
“Hai penunggu pintu gerbang, benarkah kau tlah mengadakan perjanjian
seperti itu dengn Abu Nawas?” tanya Baginda.
“Benar Tuanku,”jawab penunggu pintu gerbang.
“Tapi hamba tiada mengira jika Baginda memberikan hadiah pukulan.”
“Hahahahaha Dasar tukang peras, sekarang kena batunya kau!”sahut
Baginda.”Abu Nawas tiada bersalah, bahkan sekarang aku tahu bahwa penjaga
pintu gerbang kota Baghdad adalah orang yg suka narget, suka memeras
orang! Kalau kau tak merubah kelakuan burukmu itu sungguh aku akan
memecat dan menghukum kamu!”
“Ampun Tuanku,”sahut penjaga pintu gerbang dengn gemetar.
Abu Nawas berkata,”Tuanku, hamba sudah lelah, sudah mau istirahat, tiba-tiba
diwajibkan hadir di tempat ini, padahal hamba tiada bersalah. Hamba mohon
ganti rugi. Sebab jatah waktu istirahat hamba sudah hilang karena panggilan
Tuanku. Padahal besok hamba harus mencari nafkah tuk keluarga hamba.”
Sejenak Baginda melengak, terkejut atas protes Abu Nawas, namun tiba-tiba dia
tertawa terbahak-bahak, “Hahahaha…jangan kuatir Abu Nawas.”
Baginda kemudian memerintahkan bendahara kerajaan memberikan sekantong
uang perak kepada Abu Nawas. Abu Nawas pun pulang dengn hati gembira.
Tetapi sesampai di rumahnya Abu Nawas masih bersikap aneh dan bahkan
semakin nyentrik seperti orang gila sungguhan.
Pada suatu hari Raja Harun Al Rasyid mengadakan rapat dengn para
menterinya.
“Apa pendapat kalian mengenai Abu Nawas yg hendak kuangkat sebagai
kadi?”
Wazir ato perdana meneteri berkata,”Melihat keadaan Abu Nawas yg
semakin parah otaknya maka sebaiknya Tuanku mengangkat orang lain aja
menjadi kadi.”
Menteri-menteri yg lain juga mengutarakan pendapat yg sama.
“Tuanku, Abu Nawas tlah menjadi gila karena itu dia tak layak menjadi kadi.”
“Baiklah, kita tunggu dulu sampai dua puluh satu hari, karena bapaknya baru
aja mati. Jika tak sembuh-sembuh juga bolehlah kita mencari kadi yg lain
aja.”
Setlah lewat satu bulan Abu Nawas masih dianggap gila, maka Sultan Harun Al
Rasyid mengangkat orang lain menjadi kadi ato penghulu kerajaan Baghdad.
Konon dlam seuatu pertemuan besar ada seseorang bernama Fulan yg sejak
lama berambisi menjadi Kadi, dia mempengaruhi orang-orang di sekitar Baginda
tuk menyetujui jika dia diangkat menjadi Kadi, maka tatkala dia mengajukan
dirinya menjadi Kadi kepada Baginda maka dengn mudah Baginda
menyetujuinya.
Begitu mendengar Fulan diangkat menjadi kadi maka Abu Nawas mengucapkan
syukur kepada Tuhan.
“Alhamdulillah aku tlah terlepas dari bala yg mengerikan.
Tapi.,..sayang sekali kenapa harus Fulan yg menjadi Kadi, kenapa enggak yg
lain aja.”
Mengapa Abu Nawas bersikap seperti orang gila? Ceritanya begini:
Pada suatu hari ketika ayahnya sakit parah dan hendak meninggal dunia dia
panggil Abu Nawas tuk menghadap. Abu Nawas pun datang mendapati
bapaknya yg sudah lemah lunglai.
Berkata bapaknya,”Hai anakku, aku sudah hampir mati. Sekarang ciumlah
telinga kanan dan telinga kiriku.”
Abu Nawas segera menuruti permintaan terakhir bapaknya. Dia cium telinga
kanan bapaknya, ternyata berbau harum, sedangkan yg sebelah kiri berbau
sangat busuk.
“Bagamaina anakku? Sudah kau cium?”
“Benar Bapak!”
“Ceritakankan dengn sejujurnya, baunya kedua telingaku ini.”
“Aduh Pak, sungguh mengherankan, telinga Bapak yg sebelah kanan berbau
harum sekali. Tapi… yg sebelah kiri kok baunya amat busuk?”
“Hai anakku Abu Nawas, tahukah apa sebabnya bisa terjadi begini?”
“Wahai bapakku, cobalah ceritakan kepada anakmu ini.”
Berkata Syeikh Maulana “Pada suatu hari datang dua orang mengadukan
masalahnya kepadaku. Yang seorang aku dengarkan keluhannya. Tapi yg
seorang lagi karena aku tak suka maka tak kudengar pengaduannya. Inilah
resiko menjadi Kadi (Penghulu). Jia kelak kau suka menjadi Kadi maka kau akan
mengalami hal yg sama, namun jika kau tak suka menjadi Kadi maka
buatlah alasan yg masuk akal agar kau tak dipilih sebagai Kadi oleh Sultan
Harun Al Rasyid. Tapi tak bisa tidak Sultan Harun Al Rasyid pastilah tetap
memilihmu sebagai Kadi.”
Nan, itulah sebabnya Abu Nawas pura-pura menjadi gila. Hanya tuk
menghindarkan diri agar tak diangkat menjadi kadi, seorang kadi ato
penghulu pada masa itu kedudukannya seperti hakim yg memutus suatu
perkara. Walaupun Abu Nawas tak menjadi Kadi namun dia sering diajak
konsultasi oleh sang Raja tuk memutus suatu perkara. Bahkan dia kerap kali
dipaksa datang ke istana hanya sekedar tuk menjawab pertanyaan Baginda
Raja yg aneh-aneh dan tak masuk akal.
--------------------------------------------------------------------------------------
Gimana? Sudah merasa terhibur dengan cerita lucu di atas. Jika anda tertarik membaca cerita lucu lainnya, silahkan baca di blog ini. Sampai berjumpa lagi di cerita lucu kami lainnya. Bey.
Untuk lebih lengkap tentang apa yang sedang Anda cari, Silahkan lihat dalam "Daftar Isi" di tombol menu atas!