CERPEN BOBO Ketigabelas, Ary dan Arie

Cerpen Bobo Ketigabelas Ini Ceritanya Berjudul "Ary dan Arie", Semoga Adik-Adik Bisa Mengambil Hikmahnya Ya


Cerpen ini bukan kakak yang membuatnya, kakak hanya mengumpulkan cerpen-cerpen yang paling bagus menurut kakak dari berbagai sumber. Tapi sumber yang paling banyak kakak pilih adalah dari web resmi Bobo-nya langsung. Selamat membaca...

CERPEN BOBO, Ary dan Arie

----------------------------------------------------------------------------------------
Bel tanda istirahat baru berbunyi beberapa menit lalu. Tapi keributan di kelas 6 sudah mulai. Pertengkaran mulut antara Ary dan Arie. Seperti biasa, masalah nama mereka. Meski ditulis berbeda, tapi dibaca sama, yakni Arie.

"Pokoknya kau harus mengganti nama panggilan kamu," seru Ary lantang.

"Kenapa aku yg harus mengganti? Kenapa bukan kau?" balik Arie.

"Karena aku lebih dulu sekolah di sini. Sedang kau anak baru! Lagi pula panggilan itu cuma pantas buat anak laki-laki," sambung Ary.

Arie bertolak pinggang. "Peraturan dari mana itu?" tantang Arie.

"Peraturannya belum aku buat. Tapi buktinya banyak. Lihat aja bintang sinetron, Arie Wibowo atau Arie Sihasale, itu semuanya cowok. Pokoknya, mulai besok kamu harus mengganti nama panggilan kamu," ancam Ary.

"Enak aja. Kau aja. Nama panjangmu itu Aryanto Sadewa. Ganti saja menjadi Yanto, Sade atau Dewa. Kalau namaku memang Arie Manisha. Jadi panggilanku memang Arie," Arie bersikeras.

Anak-anak kelas 6 yg melihat hanya menggelengkan kepala. Sudah dua hari ini kelas mereka selalu ramai saat istirahat. Sejak kehadiran anak baru bernama Arie. Masalahnya hanya sebuah nama. Tapi keduanya sama-sama keras kepala.

Di luar kelas anak-anak mulai mengadu kepada Oben, sang ketua kelas.

"Gak baik membiarkan mereka terus bertengkar, Ben," desak Rani.

"Aku juga gak suka melihat mereka bertengkar. Hanya saja kupikir, mereka bisa menyelesaikan masalah mereka sendiri," sahut Oben.

"Tetapi kalau sudah begini...apa kamu mau diam terus?" desak Puput.

"Aku sudah punya rencana. Mulai besok pagi, kita jalankan rencana ini," kata Oben. Dia segera memaparkan rencananya. Ketika sekolah bubar seisi kelas 6 sudah memahami rencana itu. Tentu saja selain Ary dan Arie.

Keesokan paginya Ary seperti biasa berangkat dengn sepedanya. Dalam perjalanan ia menjemput Dika dan Asep.

"Kalian sudah bikin pe-er matematika?" tanya Ary sambil mengayuh sepeda.

"Sudah. Kau, Wa?" balik Dika.

"Dewa, biasanya kau suka lupa. Hati-hati, nanti kena hukum lagi," susul Asep.

"Dewa...? Kalian memanggilku Dewa? Heh, pasti kalian sudah kena suap anak baru itu, agar memanggil aku Dewa."

"Maksud kamu, Nisha menyogok kami? Gak sama sekali!" kilah Asep.

"Nisha? Jadi kalian juga mengganti nama panggilan anak baru itu? Hahaha, ini pasti ulah Oben!"

"Ya, kami sekelas terpaksa sepakat mengganti nama panggilan kalian. Habis, gak ada yg mau mengalah, sih," jelas Dika.

"Hmmmm, tapi gak semudah itu. Aku gak akan menyahut dengn nama panggilan itu," Ary bersikeras.

"Ayolah...apa jeleknya sih nama panggilan Dewa. Malah kelihatan lebih gagah untukmu," bujuk Dika.

"Hmm, kedengarannya gak enak aja..." Ary mengayuh sepedanya lebih cepat. Ia meninggalkan kedua temannya itu. Sampai di kelas, teman yg lain ternyata memanggilnya dengan nama Dewa.

Kejanggalan pun dirasakan oleh Arie. Ia kaget ketika teman-temannya mulai memanggilnya Nisha. Arie gak berani protes, karena semua teman sekelasnya memanggilnya begitu.

Oben sedikit lega ketika tahu rencananya berjalan mulus. Tapi benarkah?

Ternyata enggak! Tiba-tiba di saat istirahat seisi kelas 6 terkejut melihat Arie menangis sesegukkan di bangkunya.

"Kenapa kamu menangis, Nisha?" tanya Rani yg sebangku dengannya.

"Aku sedih...karena...kalian memanggilku...Nisha...."

"Oh... itu kami lakukan karena kamu dan Ary selalu bertengkar," jelas Rani.

"Tapi aku sedih jika dipanggil Nisha. Nama panggilan itu membuat kuteringat pada nenekku. Dulu sebelum pindah ke sini, aku tinggal di kota Lembang bersama nenekku. Ia selalu memanggilku Nisha. Tapi belum lama ini nenekku meninggal. Aku merasa kehilangan dan harus pindah ke sini dengn orang tuaku. Kini setiap orang memanggilku dengn nama Nisha...aku jadi sedih," papar Arie.

Puput dan Rani melirik ke arah Oben.

"Kalau kamu gak mau dipanggil dengn nama Nisha, kamu boleh memilih sendiri nama panggilan barumu," usul Oben kemudian.

"Sungguh? Kalian akan memanggilku dengan nama yang aku suka?"

"Ya," semua menyahut.

"Cantik. Aku suka nama itu. Kalian mau memanggilku Cantik, kan?"

Gak ada yg menyahut. Mereka menelan ludah.

"Tentu saja," sahut Oben buru-buru. Ia menahan rasa gelinya di hati. "Mulai sekarang kami akan memanggilmu Cantik."

Arie kelihatan senang mendengarnya.

"Tunggu dulu! Aku protes!" Tiba-tiba terdengar suara Ary. "Kalau dia boleh memilih sendiri nama panggilannya, mengapa aku gak?"

"Memangnya kamu mau dipanggil apa?" tanya Oben langsung.

"Raul. Raul Gonzales Blancho!" Ary menyebut pemain sepak bola favoritnya.

"Huuuuuuu!!! Raul itu putih, hidungnya mancung, dan ganteng... Sedangkan kau..." Puput menyela.

"Sudah-sudah, biar aja. Barangkali aja setelah dipanggil Raul, ia berubah jadi putih, mancung dan ganteng..." Oben berusaha menenangkan. "Ada lagi yg mau protes?"

Gak ada yg berani memprotes lagi. Gak ada lagi keributan tentang nama panggilan di waktu istirahat. Sejak itu Ary dan Arie dipanggil dengan nama Cantik dan Raul. Hanya guru-guru saja yg tetap memanggil mereka, Ary dan Arie.
----------------------------------------------------------------------------------------
Gimana bagus gak cerita dalam cerpen di atas? Kalo adik-adik tertarik dengan cerpen bobo lainnya, silahkan baca aja di sini. Atau bisa juga baca di web bobo, ini dia web resminya: Bobo. Sampai berjumpa lagi di cerpen berikutnya, bey...

Untuk lebih lengkap tentang apa yang sedang Anda cari, Silahkan lihat dalam "Daftar Isi" di tombol menu atas!

Related Post