Cerpen Bobo Ke-65 Ini Ceritanya Berjudul "Asal Mula Selat Nasi Di Pulau Subi", Semoga Adik-Adik Bisa Mengambil Hikmahnya Ya
Cerpen ini bukan kakak yang membuatnya, kakak hanya mengumpulkan cerpen-cerpen yang paling bagus menurut kakak dari berbagai sumber. Tapi sumber yang paling banyak kakak pilih adalah dari web resmi Bobo-nya langsung. Selamat membaca...
CERPEN BOBO, Asal Mula Selat Nasi Di Pulau Subi, Cerita Rakyat Riau
----------------------------------------------------------------------------------------
Alkisah, di daerah Natuna, Kepulauan Riau, terdapat sebuah pulau bernama Pulau Subi yg dikuasai oleh seorang Datuk Kaya. Sang Datuk Kaya mempunyai seorang istri bernama Cik Wan dan seorang putri yg cantik nan rupawan bernama Nilam Sari. DIa seorang gadis yg rajin, berbudi pekerti luhur, dan tak sombong. Setiap hari dia duduk menekat (membordir), menyulam, dan merenda benang sutra. DIa juga pandai memasak dan membuat kueh-kueh. Dalam pergaulan sehari-hari, dia juga tak membedakan antara si kaya dan si miskin tuk dijadikan sebagai teman. Tak heran jika orang-orang di sekitarnya sangat kagum dan memuji perangainya. Kapan dan di manapun orang berkumpul, pasti mereka membicarakan dirinya.Pada suatu hari, sekelompok pedagang dari Palembang singgah di Pulau Subi. Secara tak sengaja mereka mendengar percakapan orang-orang kampung di pulau itu tentang kecantikan dan keelokan perangai Nilam Sari. Kemudian dari mulut ke mulut, cerita itu pun tersebar di kalangan masyarakat Palembang, dan akhirnya sampai pula ke telinga Permaisuri Raja Palembang.
Mendengar cerita itu, Permaisuri pun bercita-cita ingin menjadikan Nilam Sari sebagai anak menantunya. Pada suatu malam, Permaisuri pun menyampaikan niat tersebut kepada putranya, Pangeran Demang Aji Jaya, dengn ungkapan berikut:
“Demang Aji, anakku semata wayg
kini dirimu telah bsar panjang
umpama burung tlah dapat terbang
umpama kayu sudah berbatang
umpama ulat tlah mengenal daun
umpama serai sudah berumpun
selesai menuntut ilmu ke sana kemari
ke Malaka sudah, ke Jawa pun sudah
ke Negeri Cina tlah menamatkan pelajaran bersilat tembung,
ke negeri Hay Lam belajar kontao
ke Pathani Negeri Siam selesai mengaji
menikah saja yg belum”
Mendengar ungkapan sang Bunda, Pangeran Demang Aji Jaya terdiam sejenak. DIa berusaha tuk memahami maksud dari ungkapan Bundanya, tapi ia tetap tak mengerti.
“Maafkan Nanda, Bunda! Nanda tak benar-benar mengerti maksud Bunda,” ucap Pangeran Demang Aji Jaya.
Sambil tersenyum, Permaisuri kembali bertutur tuk menyampaikan harapannya kepada putranya dengn ungkapan yg lebih jelas seperti berikut ini:
“niat Bunda tersemat sudah di hati
di Negeri Palembang sedia ada kumbang jati
di Pulau Subi sedang mekar sekuntum bunga bersari wangi
setinggi Mahameru harapan Bunda hendak mengantar tepak puan (tepak sirih)
berikut pula emas-perak intan-berlian ke Pulau Subi
mengirim utusan menjunjung titah dan salam
nahkoda perpengalaman di laut dalam
penumpangnya segala cerdik pandai
ahli waris yg menyampaikan hajat hati
sirih-pinangan diunjukkan kepada Nilam Sari”
“Baiklah, Bunda! Sekarang Nanda bisa mengerti maksud dan keinginan Bunda. Jika itu sudah menjadi keinginan Bunda, Nanda bersedia tuk menikah dengn Putri Nilam Sari,” kata Pangeran Demang Aji Jaya.
Alangkah senang hati sang Bunda mendengar pernyataan putranya. DIa pun segera menyampaikan kabar gembira itu kepada sang Raja. Sang Raja pun setuju dan segera menyebarkan berita tentang pernikahan putranya dengn Nilam Sari kepada seluruh keluarga istana dan rakyat Negeri Palembang.
Keesokan harinya, seluruh keluarga istana sibuk mempersiapkan segala hantaran dan hadiah-hadiah, seperti tepak sirih, emas-perak, dan intan berlian tuk diserahkan kepada keluarga Nilam Sari. Sang Raja kemudian menunjuk beberapa orang cerdik pandai tuk menyampaikan hajat hati (lamaran) dan beberapa orang nahkoda perpengalaman tuk menahkodai kapal menuju Pulau Subi.
Setelah semuanya siap, para utusan Raja Palembang berangkat menuju ke Pulau Subi tuk menyampaikan lamaran Pangeran Demang Aji Jaya kepada Putri Nilam Sari. Sesampainya di Pulau Subi, utusan Raja Palembang yg diwakili seorang juru cakap mengungkapkan maksud kedatangan mereka dengn untaian pantun berikut ini:
Cantik memanjat pohon ara
Nampaknya cantik berseri laman
Besar hajat kami tak terkira
Hendak memetik bunga di taman
Rumah besar alangnya besar
Rumah Datuk Perdana Menteri
Kalau tak hajat yg besar
Kami tak sampai datang kemari
Dari paya turun ke lembah
Petik pinang dipilih-pilih
Saya sudah mohonkan sembah
Adat meminang bertepak sirih
Untaian pantun yg berisi lamaran tersebut kemudian dibalas oleh keluarga Datuk Kaya Pulau Subi dengn untaian pantun pula:
yg datang berulang-alik
yg pergi terbayang-bayang
yg bulat datang menggolek
yg pipih datang melayang
Kalau bukit gunakan galah
Cepat tuan tiba ke pantai
Kalau sudah kehendak Allah
Niat terkabul hajat pun sampai
Pinangan Putra Raja Palembang, Pangeran Demang Aji Jaya, diterima oleh pihak keluarga Datuk Kaya Pulau Subi. Juru cakap Raja Palembang pun segera melantunkan pantun tuk mengungkapkan rasa suka cita dan ungkapan terima kasih atas diterimanya pinangan mereka sambil menengadahkan kedua tangannya sebagai penghormatan.
Berkokok ayam di pagi hari
Putus kali dari tambatan
Datuk sudah menerima tadi
Kecil tapak tangan saya tadahkan
Setelah peminangan selesai, kedua belah pihak kemudian menentukan hari perkawinan kedua calon mempelai pengantin. Melalui musyawarah mufakat, mereka pun memutuskan hari perkawinan sekaligus naik ke pelaminan jatuh pada hari ke-sepuluh bulan Syafar.
Sebelum kembali ke negerinya, para utusan Raja Palembang dipersilahkan tuk menikmati berbagai jamuan makanan yg tlah dihidangkan. Kemudian pihak keluarga Datuk Kaya memberikan hadiah kepada mereka tuk dibawa pulang ke Negeri Palembang. Setelah itu, para utusan pun mohon diri kepada keluarga Datuk Kaya Pulau Subi.
“Izinkanlah kami tuk memohon diri. Segala kata dan tingkah yg tak berkenan mohon dimaafkan. Kami berjanji, pada hari sepuluh bulan Syafar, arak-arakan pengantin dari Palembang akan tiba di Pulau Subi ini,” janji para utusan Raja Palembang.
“Baiklah. Kami tunggu kedatangan kalian. Kami harap tak akan ada selisih hari dan bulan,” sahut Datuk Kaya Pulau Subi seraya berjabat tangan sebagai tanda berteguh janji.
Setelah itu, para utusan Raja Palembang kembali ke negeri mereka tuk menyampaikan berita gembira tersebut kepada raja mereka. Sang Raja Palembang dan permaisuri pun menyambutnya dengn penuh kebahagiaan.
Waktu berjalan begitu cepat. Sepekan lagi hari kesepuluh bulan Syafar akan tiba. Para penduduk Pulau Subi mulai sibuk mempersiapkan segala sesuatunya tuk keperluan penyambutan rombongan mempelai laki-laki dari Negeri Palembang. Ada yg sibuk membelah kayu api, dan ada pula yg menegakkan selasar (rumah sambung). Pada hari ketujuh bulan Syafar, berpuluh-puluh ekor lembu dan kambing, serta beratus-ratus ekor ayam dan itik disembelih. Pada hari kedelapan dan kesembilan bulan Syafar, kaum perempuan, tua dan muda sibuk memasak dan mengukus kue, serta menggulai dan merendang daging tuk lauk-pauk. Pemangku adat Pulau Subi pun sibuk memasang tabir dan menggantung tirai seri balai pelaminan.
Memasuki hari kesepuluh bulan Syafar, segala keperluan penyambutan rombongan pengantin laki-laki telah siap. Nasi berdandang-dandang dan lauk-pauk berdulang-dulang sudah terhidang. Nilam Sari pun tlah dirias dengn busana yg sangat indah dan menawan. Ia mengenakan baju kurung bertepih sutra bercorak lintang tenunan Siantang, bertudung manto (tudung kepala pengantin perempuan) kain mastuli Daik-Lingga. Ikatan pending (hiasan emas tali pinggang perempuan) melilit di pingggang. Dukuh tiga rengkat terkalung di leher Nilam Sari hingga menutup dadanya, layaknya putri datuk-datuk bermahar maskawin (nilai adat) seratus dua puluh real.
Dengn mengenakan busana itu, Putri Nilam Sari tampak semakin cantik dan anggun. Ia tak sabar lagi menanti kedatangan sang Pangeran tampan dari Negeri Palembang. Demikian pula keluarga Datuk Kaya serta para tamu undangan yg sudah memenuhi ruang selasar. Namun, hingga hari menjelang siang, rombongan pengantin laki-laki belum juga datang. Datuk Kaya pun mulai gelisah. Ia berjalan mondar-mandir sambil mengelus-elus jenggotnya yg sudah mulai memutih. Sementara istrinya, Cik Wan, berusaha menenangkan hatinya.
“Tenanglah, Bang! Sebentar lagi juga mereka datang,” bujuk Cik Wan.
Datuk Kaya pun berusaha tuk bersabar dan bersikap tenang. Hingga hari menjelang malam, rombongan pengantin dari Negeri Palembang tak juga kunjung datang. Datuk Kaya semakin gelisah dan kesabarannya pun mulai goyah.
“Mereka benar-benar keterlaluan! Mereka telah mengingkari janji,” ucap Datuk Kaya dengn nada kesal.
“Sabar, Bang! Barangkali mereka sedang mengalami halangan di perjalanan,” Cik Wan kembali menenangkan hati suaminya.
Datuk Kaya dan seluruh penduduk Pulau Subi terus menunggu hingga hari kesebelas dan keduabelas. Namun, rombongan pengantin dari Negeri Palembang bulan juga tiba. Barulah pada hari ketigabelas bulan Syafar arak-arakan pengantin laki-laki Negeri Palembang tiba di Pulau Subi. Tanpa menunggu lagi, kedua mempelai segera dinikahkan dan didudukan bersanding di atas pelaminan. Melihat tamu rombongan yg datang, istri Datuk Kaya mulai bingung bagaimana menjamu mereka. Nasi yg berdandang-dandang dan lauk-pauk berdulang-dulang semuanya sudah basi.
“Bang! Semua persediaan jamuan makanan sudah basi dan tak layak lagi tuk dihidangkan kepada tamu kita. Apakah sebaiknya kita mengganti hidangan yg yg sudah basi itu dengn nasi dan lauk pauk yg baru?” usul Cik Wan kepada suaminya.
‘Tidak, Istriku! Biar orang Palembang itu tahu diri. Mereka tlah ingkar janji. Ikrar kita pada hari kesepuluh bulan Syafar tak mereka tepati. Pantas kalau kita hidangkan nasi dan lauk pauk basi kepada mereka,” pungkas Datuk Kaya.
“Tapi, Bang! Apa sebaiknya kita tanyakan dahulu, barangkali mereka terserang badai di perjalanan,” pinta Cik Wan.
Ternyata memang benar, rombongan pengantin laki-laki dari Negeri Palembang tersebut dilanda badai di tengah laut, sehingga mereka harus singgah di teluk Pulau Kiabu tuk berlindung dari amukan badai yg sangat dahsyat. Hal ini dikatakan oleh Pangeran Demang Aji Jaya kepada Nilam Sari di saat mereka sedang duduk bersanding di atas pelaminan. Namun, kabar itu tak sempat terdengar oleh Datuk Kaya. Lagi pula, Datuk Kaya memang tak mau tahu masalah itu.
Melihat sikap suaminya itu, Cik Wan terus membujuknya agar hidangan jamuan makan tuk para tamu dari Negeri Palembang tersebut diganti dengn makanan yg baru.
“Bang! Sebaiknya hidangan kita ganti dengn yg baru. Kita akan malu jika kita menghindangkan makanan basi buat mereka. Jika Abang tak mengindahkan permintaan Adik, gugurkan Adik ke talak satu!” pinta Cik Wan.
Datuk Kaya tetap tak mengindahkan permintaan Cik Wan. Bahkan, ia segera mempersilahkan kepada para tamu dari Negeri Palembang tuk mencicipi makanan basi tersebut.
“Cicipilah apa adanya yg tersedia!” seru Datuk Kaya kepada para tamunya.
Cik Wan pun semakin kesal dengn sikap suaminya itu.
“Bang! Berarti gugur talak satu buat Adik!” teriak Cik Wan.
“Hai, Cik Wan! Bukan hanya talak satu yg gugur, tapi talak tiga kujatuhkan kepadamu!” teriak Datuk Kaya sambil menghambur-hamburkan nasi basi tersebut sehingga membentuk garis memanjang seakan membelah Pulau Subi menjadi dua bagian.
“Kita bercerai berbatas nasi basi ini, Cik Wan!” pungkas Datuk Kaya.
Beberapa saat setelah Datuk Kaya menghamburkan nasi basi tersebut, tiba-tiba kilat menyambar-nyambar disertai angin kencang dan hujan deras. Air laut pun bergulung-gulung setinggi gunung menghantam Pulau Subi. Pulau Subi pun terbelah menjadi dua bagian, satu di sebelah utara dan satu lagi di bagian selatan. Pulau Subi Kecil (di sebelah utara) milik Cik Wan, sedangkan Pulau Subi Besar (di sebelah selatan) menjadi milik Datuk Kaya. Pulau Subi itu terbelah oleh sebuah selat yg memanjang lurus dari timur ke barat. Oleh masyarakat setempat, selat itu diberi nama Selat Nasi, karena keberadaannya disebabkan oleh hamburan nasi Datuk Kaya Pulau Subi.
----------------------------------------------------------------------------------------
Gimana bagus gak cerita dalam cerpen di atas? Kalo adik-adik tertarik dengan cerpen bobo lainnya, silahkan baca aja di sini. Atau bisa juga baca di web bobo, ini dia web resminya: Bobo. Sampai berjumpa lagi di cerpen berikutnya, bey...
Untuk lebih lengkap tentang apa yang sedang Anda cari, Silahkan lihat dalam "Daftar Isi" di tombol menu atas!