CERPEN BOBO Ke-62, Batu Ke Dua

Cerpen Bobo Ke-62 Ini Ceritanya Berjudul "Batu Ke Dua", Semoga Adik-Adik Bisa Mengambil Hikmahnya Ya


Cerpen ini bukan kakak yang membuatnya, kakak hanya mengumpulkan cerpen-cerpen yang paling bagus menurut kakak dari berbagai sumber. Tapi sumber yang paling banyak kakak pilih adalah dari web resmi Bobo-nya langsung. Selamat membaca...

CERPEN BOBO, Batu Ke Dua

----------------------------------------------------------------------------------------
Sandy bimbang. DIa ingin memenuhi ajakan yg sangat menggiurkan itu. Bermain bola! Tapi…. kalau setlah pulang sekolah…?
“Ayo, teman-teman sudah menunggu!” ajak Mario lagi.
“T-tapi….”
“Ah, jangan kelamaan mikir! Ayo!” desak Mario sambil menarik tangan Sandy.
Mereka bermain sampai sore. Hingga seragam putih merah Sandy penuh lumpur dan kusut. Mario berjalan cepat di depannya. Sementara Sandy sengaja memperlambat langkahnya. DIa takut. Papa pasti akan memarahinya lagi.
“Hei, ayo!” teriak Mario menyadarkan temannya yg berada jauh di belakangnya.
“Mario, aku gak pulang saja,” cetus Sandy.
“Apa?” Mario terkejut. “Jangan bodoh kamu!”
“A-aku takut…..”
Mama Sandy menyambut kedatangan mereka. Papa Sandy belum datang. “Mario, lebih baik kamu lekas pulang. Ibumu pasti khawatir,” kata mama Sandy.
“Iya, Tante,” sahut Mario. “Tapi Sandy jangan dimarahi, ya. Tadi aku yg memaksanya ikut.”
“Baiklah,” janji mama Sandy sambil tersenyum.
Sandy lega mendengarnya. Setlah mandi dan mengganti pakaian, Sandy menghampiri Mama yg sedang menemani adiknya belajar. “Ma, maafkan Sandy, ya,” katanya pelan.
“Jangan, Ma! Kak Sandy tak pernah kapok, bandel. Bilang sama Papa saja, biar dihukum!” celetuk Tina.
Huh! Sandy menatap sebal adiknya. Dasar bawel! “Ma…” mohonnya.
Dengn penuh kasih sayg mama memeluk Sandy. “Jangan diulangi, ya!” pintanya.
Sandy mengangguk.
Keesokan harinya, Sandy menolak keras ajakan Mario dan Dodi. Kali ini dia sudah bertekad gak akan mengecewakan Mama lagi.
“Ayolah, hari ini ada pertandingan,” bujuk Mario.
“Iya, kami sangat membutuhkan kamu,” tambah Dodi.
Sandy tetap menggeleng mantap.
Tapi Dodi gak mau menerimanya. “Awas! Kalau kamu tetap tak mau ikut. Kami akan mencegatmu pulang sekolah nanti!” ancamnya kemudian.
Bel masuk berbunyi. Sandy bisa bernapas lega tuk sementara.
Bu Erna, guru Bahasa Indonesia, bercerita lagi. Legenda Malin Kundang dituturkannya dengn menarik. Kisah seorang anak durhaka yg akhirnya dikutuk menjadi batu. Hati Sandy tersentuh mendengarnya sehingga ia menitikkan air mata. Sandy merasa gak berbeda dengn Malin Kundang. DIa sudah berulang kali mengingkari janji dan menyakiti hati Mama. Kini Sandy sangat menyesal.
Siang itu, Dodi dan teman-temannya benar-benar menghadangnya di pintu gerbang sekolah. “Kamu jadi ikut, kan?” tanya Dodi. “Harus!”
Sandy meringis. DIa ngeri juga, tapi…. “Maaf, aku gak bisa ikut.”
“Sandy?” Mario terkejut mendengarnya.
“Bodoh! Dasar penakut!” bentak Dodi memaki.
“Aku harus pulang,” cetus Sandy sambil melangkah. Tetapi, teman-temannya itu menghalangi jalannya. Mereka terlihat marah.
“Kenapa kamu gak mau ikut?” tanya Mario heran, karena dia tahu Sandy sangat menyukai permainan sepak bola.
“Aku tak ingin bernasib seperti Malin Kundang. Aku tak mau jadi batu ke dua,” jawab Sandy.
Mereka tertawa geli mendengar alasan itu. “Hei…itu cuma cerita bohongan! Jangan dipercaya!” kata Dodi. “Itu cuma dongeng anak kecil!”
“Terserah kalian. Tapi aku percaya pada larangan guru kita agar gak mampir dulu sepulang sekolah,” balas Sandy.
“Ah! Omong kosong!” teriak Dodi marah.
Gawat! Batin Sandy ciut. DIa merasa mereka akan memukulinya habis-habisan.
“Baiklah, aku akan mengantar Sandy pulang,” cetus Mario tiba-tiba. Bagaimanapun, dia gak mau sahabatnya itu jadi korban amarah Dodi dan teman-temannya. “Maaf, aku juga gak ikut.”
Sandy tercengang.
“Mario!” seru Dodi marah. “Kamu jangan membela penakut ini!”
“Yuk, Sandy!” ajak Mario menggandeng Sandy. Mereka menerobos Dodi dan teman-temannya yg gak bisa mencegah, karena takut pada Mario yg juara karate.
Mama Sandy senang sekali menyambut mereka. Bahkan beliau sudah menyiapkan kue-kue yg lezat.
“Terima kasih Tante, tapi aku harus cepat pulang,” tolak Mario.
“Lo, kamu gak ingin mencicipinya dulu?” tanya mama Sandy heran.
“Maaf, tapi aku juga tak mau jadi batu ke dua,” cetus Mario sambil tersenyum.
“Apa?” Mama tak mengerti.
Sandy dan Mario tertawa. Tetapi Mama tetap membungkuskan kue-kue itu tuk dibawa pulang Mario.
----------------------------------------------------------------------------------------
Gimana bagus gak cerita dalam cerpen di atas? Kalo adik-adik tertarik dengan cerpen bobo lainnya, silahkan baca aja di sini. Atau bisa juga baca di web bobo, ini dia web resminya: Bobo. Sampai berjumpa lagi di cerpen berikutnya, bey...

Untuk lebih lengkap tentang apa yang sedang Anda cari, Silahkan lihat dalam "Daftar Isi" di tombol menu atas!

Related Post