CERPEN BOBO Ke-27, Si Kelingking

Cerpen Bobo Ke-27 Ini Ceritanya Berjudul "Si Kelingking", Semoga Adik-Adik Bisa Mengambil Hikmahnya Ya


Cerpen ini bukan kakak yang membuatnya, kakak hanya mengumpulkan cerpen-cerpen yang paling bagus menurut kakak dari berbagai sumber. Tapi sumber yang paling banyak kakak pilih adalah dari web resmi Bobo-nya langsung. Selamat membaca...

CERPEN BOBO, Si Kelingking, Cerita Rakyat Bangka Belitung

----------------------------------------------------------------------------------------
Alkisah, di sebuah desa di Pulau Belitung, hiduplah sepasang suami-istri yg miskin. Walaupun hidup miskin, mereka tetap rukun dan bahagia. Namun, kebahagiaan itu terasa belum lengkap, karena mereka belum mempunyai anak. Tuk itu, setiap malam kedua orang suami-istri itu senantiasa berdoa kepada Tuhan agar dikaruniai seorang anak.

“Ya, Tuhan! Karuniakanlah kami seorang anak, walaupun sebesar kelingking!”

Rupanya doa mereka dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha kuasa. Tak beberapa lama kemudian sang Istri hamil. Sepasang suami-istri itu sangat senang, karena tak lama lagi akan mendapatkan seorang anak yg selama ini mereka dambakan.

Beberapa bulan kemudian, sang Istri pun melahirkan. Namun, mereka sangat terkejut ketika melihat bayi yg keluar dari rahim sang Istri hanya sebesar kelingking.

“Bang! Kenapa anak kita kecil sekali, Bang?” tanya sang Istri sedih.

Mendengar pertanyaan istrinya, sang Suami hanya diam. Ia seakan-akan tak percaya apa yg sedang mereka alami. Akhirnya, sang Suami teringat dengn doa yg sering mereka ucapkan.

“Dik! Ingatkah doa kita selama ini? Bukankah kita selalu berdoa agar diberikan anak walaupun sebesar kelingking?” tanya sang Suami mengingatkan istrinya.

“Ooo, iya. Rupanya Tuhan mengabulkan doa kita sesuai dengn permintaan kita,” kata sang Istri.

Bayi itu pun mereka pelihara dengn sebaik-baiknya. Waktu terus berjalan hingga anak itu berusia enam tahun. Namun, badan anak itu tetap sebesar kelingking. Oleh karena itu, mereka memberinya nama Si Kelingking.

Mulanya, sepasang suami-istri itu sayg kepada Si Kelingking. Tetapi, ada suatu hal yg membuat mereka risau, yakni walaupun badannya kecil, Si Kelingking banyak sekali makannya. Sekali makan, ia dapat menghabiskan secanting nasi, bahkan terkadang masih kurang. Setiap hari suami-istri itu slalu bingung, karena penghasilan yg mereka peroleh hanya cukup tuk dimakan oleh Si Kelingking sendiri. Oleh karena sudah tak kuat lagi menghidupi Si Kelingking, kedua suami-istri itu bersepakat hendak menyingkirkannya dari kehidupan mereka.

“Bang! Bagaimana caranya kita menyingkirkan Si Kelingking?” tanya sang Istri bingung.

“Abang punya cara,” jawab sang Suami.

“Apa itu, Bang?” tanya sang Istri penasaran.

“Besok pagi, aku akan mengajaknya ke hutan,” jawab sang Suami.

“Ke hutan? tuk apa, Bang?” tanya sang Istri tambah bingung.

“Aku akan membuangnya di tengah hutan,” jawab sang Suami.

Sang Istri pun setuju. Keesokan harinya, sang Ayah mengajak Si Kelingking ke hutan tuk mencari kayu. Setibanya di tengah hutan, sang Ayah segera menebang pohon besar.

“Kelingking! Kamu berdiri di situ saja! Ayah akan menebang pohon ini!” seru sang Ayah.

“Baik, Ayah!” jawab Si Kelingking menuruti perintah ayahnya.

Namun, tanpa disadari oleh Si Kelingking, ayahnya menebang pohon itu diarahkan kepadanya. Sang Ayah sengaja melakukan hal itu, agar pohon itu menimpanya. Beberapa saat kemudian, pohon besar itu pun roboh menimpa Si Kelingking. Melihat hal itu, sang Ayah bukannya sedih, melainkan gembira.

“Matilah kau kerdil! Ha… ha… ha…!” seru sang Ayah sambil tertawa terbahak-bahak, lalu mendekati pohon besar itu.

Setelah memastikan dan yakin anaknya mati, sang Ayah segera kembali ke rumahnya tuk menceritakan kejadian itu kepada istrinya. Mendengar cerita suaminya, sang Istri pun menjadi senang.

“Bang! Mulai hari ini, hidup kita akan jadi tenang,” kata sang Istri kepada suaminya.

Namun, menjelang siang hari, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari luar rumah.

“Ayah…! Ayah….! Diletakkan di mana kayu ini?”

“Bang! Sepertinya itu suara Kelingking. Bukankah anak itu sudah mati?” tanya sang Istri heran.

“Ayo, kita keluar melihatnya!” seru sang Suami penasaran.

Kedua suami-istri sangat terkejut saat melihat Si Kelingking sedang memikul sebuah pohon besar di pundaknya.

“Ayah! Diletakkan di mana kayu ini?” tanya Si Kelingking.

“Letakkan di situ saja!” perintah ayahnya.

Setelah meletakkan kayu itu, Si Kelingking langsung masuk ke dlam rumah mencari makanan. Oleh karena merasa kelaparan usai memikul pohon besar, dia pun menghabiskan secanting nasi yg sudah dimasak ibunya. Sementara ayah dan ibunya hanya duduk bengong melihat anaknya, dan tak tahu apa yg harus mereka perbuat.

Sejak Si Kelingking kembali ke rumah, kehidupan mereka semakin susah. Semakin hari Si Kelingking semakin banyak makannya. Tak cukup jika hanya makan secanting nasi. Melihat keadaan itu, sepasang suami-istri itu kembali berunding tuk mencari cara menyingkirkan Si Kelingking dari kehidupan mereka.

“Bang! Apa lagi yg harus kita lakukan?” tanya sang Istri bingung.

“Besok Abang akan mengajaknya pergi ke gunung tuk mengambil batu,” jawab sang Suami sambil tersenyum.

“Tenang, Dik! Recanaku ini pasti akan berhasil,” tambah sang Suami dengn penuh keyakinan.

Keesokan harinya, sang Ayah mengajak Si Kelingking ke gunung tuk mengambil batu. Sesampainya di kaki gunung, sang ayah berhenti.

“Kelingking! Ayah akan naik ke atas gunung hendak mendongkel batu-batu itu. Kamu tunggu di sini saja sambil menghadang dan mengumpulkan batu-batu itu,” perintah sang Ayah.

“Baik, Ayah!” jawab Si Kelingking.

Setelah itu, sang Ayah mendaki gunung itu sambil membawa sebatang kayu tuk digunakan mendongkel batu. Pada awalnya, dia hanya mendongkel batu-batu kecil, lalu batu yg agak besar, dan kemudian batu yg lebih besar lagi. Pada saat mendongkel batu besar itu, dia sengaja mengarahkannya kepada Si Kelingking. Batu itu pun menindih Si Kelingking. Melihat hal itu, sang Ayah segera turun dari gunung dan menghampiri Si Kelingking yg tertindih batu.

“Kelingking! Kelingking! Kelingking!” seru sang Ayah memanggil anaknya.

Beberapa kali ia memanggil anaknya, namun tak mendapat jawaban. DIa yakin bahwa Si Kelingking tlah mati. Dengn perasaan gembira, ia pun segera kembali ke rumah dan menceritakan kejadian itu kepada istrinya. Namun, sang Istri tak langsung percaya dengn cerita itu.

“Apakah Abang yakin jika anak itu benar-benar sudah mati?” tanya sang Istri dengn perasaan ragu-ragu.

“Iya, Dik! Abang berhasil menindihnya dengn batu besar,” jawab sang Suami.

“Ya, syukurlah kalau begitu. Hidup kita akan benar-benar jadi tenang kembali,” kata sang Istri dengn perasaan lega.

Namun, ketika menjelang sore, tanpa mereka duga sebelumnya, tiba-tiba terdengar lagi suara dari luar rumah.

“Ayah…! Ayah…! Diletakkan di mana batu ini?” tanya suara itu.

“Letakkan di situ!” jawab Ayah Si Kelingking tanpa sadar.

Suami-istri itu tersentak kaget saat keluar dari rumah. Mereka melihat Si Kelingking sedang meletakkan sebuah batu besar. Setelah itu, seperti biasanya, Si Kelingking langsung masuk ke rumah tuk mencari makanan, karena kelaparan.

Akhirnya, kedua orang suami-istri itu merasa kasihan kepada anak mereka, Si Kelingking. Mereka pun menyadari bahwa walau bagaimana pun Si Kelingking lahir karena permintaan mereka sendiri. Sejak saat itu, mereka tak pernah lagi berniat tuk membunuhnya. Mereka tlah menerima kembali Si Kelingking sebagai anggota keluarga. Sementara Si Kelingking yg memiliki kekuatan lebih dari orang-orang biasa semakin rajin membantu ayahnya bekerja. Bahkan, semua pekerjaan yg berat-berat dia yg melakukannya, sehingga pekerjaan ayahnya menjadi lebih ringan dan kebutuhan hidup mereka dapat terpenuhi.
----------------------------------------------------------------------------------------
Gimana bagus gak cerita dalam cerpen di atas? Kalo adik-adik tertarik dengan cerpen bobo lainnya, silahkan baca aja di sini. Atau bisa juga baca di web bobo, ini dia web resminya: Bobo. Sampai berjumpa lagi di cerpen berikutnya, bey...

Untuk lebih lengkap tentang apa yang sedang Anda cari, Silahkan lihat dalam "Daftar Isi" di tombol menu atas!

Related Post